Pemikiran

Mengenal Makna Gender Lebih Dekat

#1

Oleh: Krisna Wijaya

 

Definisi Gender

Para feminis dalam membangun wacananya sering memulai dengan membedakan antara definisi seks dan gender. Kedua istilah tersebut lazimnya dianggap sama, yaitu bermakna jenis kelamin manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan serta sifat yang menyertai sebagaimana mestinya. Namun, menurut aktivis feminisme kedua istilah tersebut memiliki pemaknaan yang berbeda dan tidaklah sama. Menurut mereka, seks merupakan pembagian manusia secara biologis tanpa melibatkan aspek sifat dan peran yang menyertainya, sedangkan gender  diartikan sebagai klasifikasi jenis kelamin yang dikonstruk secara sosial, bukanlah makna original dari istilah ini. Gender pada awalnya digunakan untuk merujuk kepada pembagian jenis kelamin kata benda dalam grammatikal bahasa Inggris. Kemudian pada tahun 1955, seorang seksolog Jhon Money, memperkenalkan istilah sex untuk merujuk kepada klasifikasi biologis laki-laki atau perempuan, dan memperkenalkan istilah gender untuk merujuk kepada perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin. Dengan usulannya, istilah “gender” mengalami perubahan makna dari jenis kelamin (sex) kepada peran sosial (social role) dan akhirnya menjadi identitas gender.

 

Sebelum munculnya usulan ini, jarang sekali kata “gender” digunakan melainkan sebagai kategori gramatikal. Namun, pemaknaan kata gender yang diberikan oleh Jhon Money tidak menyebarluas sehingga tahun 1970-an, yaitu ketika teori feminis menguraikan perbedaan antara jenis kelamin biologis dan konstruk sosial gender. Pada tahun 1970, dipengaruhi oleh gerakan perempuan kaum feminis Amerika, mereka merekonstruksi kata gender dalam segi penggunaan dan pemaknaannya. Para ilmuan sosial feminislah adalah yang berperan besar untuk menolak gagasan bahwa perbedaan jenis kelamin dan perilaku, tempramen dan intelektual dipandang sebagai alami dan bawaan dari lahir.

 

Gender dan Konsep Turunannya

Gender memiliki beberapa turunan di dalamnya, diantaranya adalah gender identitiy, gender expression, dan orientasi seksual. Gender identity atau identitas gender adalah pengertian dan kesadaran seseorang mengenai gendernya sendiri. Identitas gender seseorang dapat sesuai dengan jenis kelaminya sejak dia dilahirkan atau justru sepenuhnya berbeda sesuai dengan keinginannya. Jenis identitas gender lainnya yang tidak menempatkan diri pada satu pilihan jenis kelamin tertentu adalah non binary, atau yang disebut juga sebagai genderqueer. Genderqueer atau non binary (nonbiner) adalah istilah dimana identitas gender seseorang tidak merujuk secara spesiik pada salah satu gender seperti perempuan maupun laki-laki. Mereka mengklaim dirinya sebagai gender fluid, terkadang mereka menganggap dirinya sebagai laki-laki, namun di saat-saat tertentu mereka menganggap dirinya sebagai perempuan. Selanjutnya, gender expression adalah bagaimana seseorang mengekspresikan gendernya melalui perilaku, cara berpakaian, gaya rambut, hingga minat dan bakatnya di hadapan publik. Dalam mengekspresikan gender seseorang bisa lebih terlihat feminin, maskulin, dan androgin. Sebagai contohnya seorang lelaki dimungkinkan dan juga dipersilahkan untuk menampilkan “gender expression” yang bisa lebih terlihat feminine, begitu juga sebaliknya.Terakhir adalah orientasi seksual yang bermakna ketertarikan baik secara fisik, emosional, romantisme, dan atau pada jenis kelamin tertentu. Ketertarikan tersebut bisa kepada yang berlawanan jenis, sesama jenis, maupun kedua-duannya. Beberapa contoh orientasi seksual:

 

  1. Heteroseksual: ketertarikan baik secara fisik, emosional, romantisme, dan atau seksual pada jenis kelamin berbeda.
  2. Homoseksual: ketertarikan baik secara fisik, emosional, romantisme, dan atau seksual pada jenis kelamin yang sama. misalnya, GAY adalah laki-laki yang tertarik pada sesama laki-laki, dan LESBIAN adalah perempuan yang tertarik pada sesama perempuan.
  3. Aseksual: seseorang yang tidak memiliki ketertarikan, tetapi tidak memungkiri bahwa seseorang yang aseksual bisa saja memiliki ketertarikan secara fisik saja, atau emosi saja, atau bahkan sexual saja, tidak ada patokan resmi karena berbicara mengenai otoritas seseorang itu sendiri.
  4. Biseksual: ketertarikan baik secara fisik, emosional, romantisme, dan atau seksual pada laki-laki dan perempuan.
  5. Panseksual: ketertarikan baik secara fisik, emosional, romantisme, dan atau seksual yang tidak memandang identitas gender maupun jenis kelamin. Seseorang yang panseksual dapat dapat memiliki ketertarikan dengan sesama laki-laki, sesama perempuan, maupun keduanya, kepada transgender, maupun interseks.
  6. Demiseksual: ketertarikan baik secara fisik, emosional, romantisme, dan atau seksual yang tidak memandang identitas gender maupun jenis kelamin apapun, akan tetapi melibatkan emosi yang sangat kuat dan membutuhkan waktu yang lama untuk membangun hubungan emosional dengan seseorang.

 

Dari beragam uraian yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa pemaknaan “gender” sebagai konstruk sosial merupakan sebuah kesalahan besar karena makna gender sendiri sarat akan nilai, ideologi, ambisi, dan kepentingan kelompok tertentu. Hal ini dapat dilihat dari perjalanan wacana ini sejak kemunculannya dimana gender ini bermula dari sebuah gerakan wanita di Barat dan kini menjadi sebuah teori sosial merupakan produk dari kondisi sosial budaya Barat yang berupaya melepaskan diri dari ikatan dan doktrin-doktrin agama. Ia juga merupakan paham yang lahir dari upaya melepaskan ikatan-ikatan masyarakat pra-industri menuju masyarakat industry yang kapitalis.

 

Teori gender sejatinya tidak lepas dari konsepsi Barat tentang wanita yang di masa lalu begitu rendah. Karena konsep dasar inilah maka konstruk sosial yang tercipta telah meletakkan peran sosial wanita secara sekundair atau kedua setelah laki-laki. Prubahan makna gender yang dilatarbelakangi oleh sejarah yang sarat akan nilai, ideologi, ambisi, dan kepentingan kelompok tertentu itu juga sesuai dengan apa yang pernah dijelaskan oleh Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A.Ed., M.Phil. bahwa Ketika makna suatu kata berganti dan berubah dari makna aslinya, maka boleh jadi karena adanya intrusi pandangan hidup asing (intrusion of worldview). Dapat pula disebabkan oleh pergeseran nilai dalam budaya pemegang makna itu. Pergeseran itu ujung-ujungnya kembali kepada pergeseran perubahan makna “gender” dari makna aslinya yang terjadi akibat konstruk sosial di Barat.

 

 

Korektor: al-Ustadz al-Hafidh Nasution, MIRKH (pembimbing JR CIOS UNIDA Gontor)

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *