Ruang Opini

Satuan Umur Itu Bernama Karya

Oleh: Krisna Wijaya

 

Islam adalah peradaban literasi” statement yang disampaikan dalam sebuah acara seminar kepenulisan yang diisi oleh al-Ustadz Dr. Muhammad Muslih (Dosen UNIDA Gontor) waktu itu telah memberi sudut pandang baru kepadaku tentang dunia kepenulisan. Maksud dari kalimat “Islam adalah peradaban literasi” adalah bangunan peradaban Islam sejatinya tidak lepas dari tradisi literasi di dalamnya.

 

Waktu Itu

Awal mula ketertarikanku untuk lebih mendalami dunia menulis adalah ketika membaca 2 karya yang waktu itu meninggalkan kenangan berkesan ketika membacanya. Berkesan karena waktu itu tidak paham sama sekali dengan isi pembahasan yang dituliskan di buku itu. Kedua karya tersebut adalah “Falsafah Sains” karya al-Ustadz Dr. Muhammad Muslih dan “Kausalitas: Hukum Alam atau Tuhan?” karya al-Ustadz Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi. Kedua karya inilah yang pada akhirnya meninggalkan sebuah pertanyaan dalam benakku mengenai “bagaimana bisa mereka menulis karya yang begitu memeras akal pikiran dengan pembahasan yang begitu dalamnya?”

 

Pertanyaan-pertanyaan diatas adalah pemicu pertama kali untuk diriku mengenal lebih dekat tentang dunia kepenulisan. Selain karena alasan itu, penyebab lainnya adalah karena sejarah mencatat ulama-ulama kita begitu produktif dalam menciptakan sebuah karya untuk kebermanfaatan umat. Diriku hanya ingin mewarisi semangat mereka dalam berkontribusi membangun peradaban umat dengan ikut menghasilkan sebuah karya. Demi menjadi akselerator kebaikan, penyemai peradaban.

 

Ekspetasi dan Realita

Sudah sewajarnya bila ekspetasi itu tidak selalu berjalan mulus sesuai dengan realita. Perjalananku dalam memahami dunia kepenulisan juga masihlah panjang dan penuh akan lika-liku. Tantangan dan hambatan tidak bosan-bosannya menyapa di setiap langkah perjalanan. Menurutku, tantangan dan hambatan terbesar dalam memahami dunia kepenulisan bersumber dari mindset diri sendiri. Bukan tentang bakat, namun tentang pola pikir dalam pikiran kita.

 

Berawal dari Pertanyaan

Kalau ditanya

Perubahan dan kegagalan terbesar dimulai dari mana? Maka

“Perubahan dan kegagalan terbesar dimulai dari mindset diri sendiri

 

Seorang Perdana Menteri perempuan pertama Inggris, Margaret Thatcher pernah mengatakan

Watch your thoughts for they become your words, watch your words for they become your actions, watch your actions for they become your habits, watch your habits for they become your character, and watch your character for they become your destiny

In other  words

What you thing ~ You become

 

Jangan salahkan mereka yang setiap hari melihat, mendengar, melantunkan, dan membiasakan kegiatan hariannya membaca Al-Qur’an setiap hari sampai hal itu menjadi habits dan karakter mereka

 

Alhasil

Takdir mereka menjadi hafidz dan hafidzah

 

Jangan salahkan mereka para mahasiswa yang setiap hari disibukkan dengan kegiatan membaca, menulis, dan berdiskusi setiap hari sampai akhirnya kegiatan-kegiatan itu menjadi habits dan karakter mereka

 

Alhasil

Takdir mereka menjadi akademisi kritis dan solutif dalam membaca peluang perubahan

 

Perbedaannya Sebatas “Belum Dicoba”

Semua bisa karena terbiasa” kata-kata ini merupakan salah satu sumber semangatku untuk mencoba menjadi lebih baik setiap harinya. Aku tahu kita sama-sama diberikan waktu 24 jam dalam sehari, namun kenapa ada gap kualitas besar antara kita dengan mereka misalnya para ulama dalam berkarya? Mengapa Muhammad bin Idris bisa dikenal sebagai Imam as-Syafi’ie dan menciptakan karya fenomenal al-Umm? Mengapa Abdullah Muhammad bin Ismail bisa dikenal sebagai Imam al-Bukhori dan menciptakan karya fenomenal kitab tershahih kedua setelah Al-Qur’an yaitu Shaih al-Bukhari?

 

Mereka adalah sedikit dari contoh ulama-ulama kita yang diberikan waktu 24 jam dalam sehari sama seperti kita, namun dapat menciptakan karya fenomenal yang abadi dalam sejarah peradaban Islam. Mengapa mereka bisa sedangkan aku tidak bisa? Karena sejatinya pemisah antara “bisa atau tidak bisa” hanyalah tentang perkara belum dicoba.

 

Kita sama-sama mengawalinya di start yang sama. Garis start itu diperjelas oleh Allah dalam Q.S. An-Nahl ayat 78 yang berbunyi, “Wallāhu akhrajakum mim buṭụni ummahātikum lā ta’lamụna syai`a” yang berarti “ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam  keadaan tidak mengetahui sesuatupun”.

 

Ayat ini telah menjelaskan dengan jelas bahwa awal langkah perjalanan kita adalah sama, namun yang membedakan adalah mau mencoba atau tidak dengan kesempatan yang ada.

 

Satuan Umur Itu Bernama Karya

Menulis tidak hanya sekedar menciptakan, mengkaryakan, ataupun menghasilkan sebuah tulisan kebaikan semata.

Menulis juga merupakan upaya merajut panjang umurmu hidupmu.

 

Umur kita di dunia memang bersifat tetap dan tidak bisa diganggu gugat lamanya.

Karena telah Allah tetapkan sejak sebelum awal penciptaan.

Berbeda halnya dengan umur yang bernama kebermanfaatan.

 

Disinilah letak satuan umur bernama karya itu kita gunakan.

Selama karya itu masih bermanfaat.

Selama karya itu masih memberikan kebaikan.

Selama itu juga umur kebaikan dan kebermanfaatan kita di dunia tidak akan pernah sirna.

Walau nyawa telah meninggalkan dunia.

Namun tidak dengan kebermanfaatan sebuah karya.

 

~

 

Bukankah saat ini rasanya Rasulullah seakan-akan masih hidup di sekitar kita

Namanya, kisahnya, nilainya, dan pelajaran hidupnya

Masih hidup dalam setiap sendi-sendi kehidupan umat Islam

 

Ajalnya memang tertulis di angka 63

Namun umur kebermanfaatannya mencapai ribuan tahun lamanya

Ternyata sepenting itu menciptakan sebuah karya

 

Walau tidak berbentuk aksi nyata

Walau sebatas goresan tinta semata

Agar tidak cepat sirna dalam sejarah manusia ketika kita telah tiada

Agar pahala tidak cepat berhenti saat jantung tak lagi berfungsi

Jadi mau berapa umurmu nanti?

 

Terakhir

Untukmu yang saat ini sedang membangun ruang dengan tulisan

Bagaimana tulisannya?

Apakah hanya segelintir orang saja yang membaca?

Apakah itu-itu saja orang-orangnya?

Atau masih ragu untuk membagikan kepada sesama?

 

Tak mengapa

Dahulu juga Nabi Nuh pun menyerukan dakwah 900 tahun lamanya

Dan peserta yg hadir juga tak seberapa

Tapi Allah tetap mengangkat tinggi derajatnya

 

Selama itu masih dalam konteks kebaikan

Selama itu tidak menimbulkan kemungkaran

Walau belum sesuai dengan harapan

Demi sebuah kemuliaan

Jangan pernah berhenti atau berbalik arah ke belakang

 

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

2 Comments

  • Wahyu Purhantara

    Itulah usia yg panjang barokah dan bermanfaat. Sepanjabg karyanya itu bermanfaat ut org lain, sepanjang itu itu pula usia manusia.
    Spt KH Ahmad Dahlan, usianya sepanjang Muhammadiyah msh ada di muka bumi ini. Namanya ak sll dikenang n dikembangkan sepanjang masa. Sepanjang itu pula amal sholihnya trs mengalir, ….
    Demikian pula para founding father negeri qt, para pahlawan, dll

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *