Finlandia
Ruang Opini

Pendidikan Finlandia: Sebuah Refleksi

Oleh: Krisna Wijaya

Kembali Merefleksikan Sistem Pendidikan di Finlandia

 

 

Berbicara mengenai dunia pendidikan, sudah lama negara Finlandia menjadi pusat percontohan bagi pendidikan dunia. Begitu juga dengan Korea Selatan dan juga Cina yang juga memiliki keunggulan dalam sistem pendidikan masing-masing.

 

Cina boleh jadi hebat dalam konsep menempa mental dan keterampilan anak didik mereka sejak berusia belia. Namun selain masih perlu diuji karena usia pembaharuan pendidikan di Cina yang belum terlalu panjang, kita juga harus memperhatikan: apakah konsep pendidikan di negara Cina ini akan berorientasi pada tujuan menghasilkan orang-orang yang bahagia dan sejahtera lahir batin atau hanya menghasilkan para ahli-ahli yang berorientasi pada kesejahteraan dunia semata.

 

Melihat Pendidikan Finlandia

Ketika kita membaca literatur-literatur yang berkaitan mengenai pendidikan Firlandia, kita akan menemukan bahwa hampir-hampir model Finlandia adalah antitesis dari model pendidikan di Cina. Hal ini bisa kita lihat ciri-cirinya sebagai berikut.

 

Pertama, model pendidikan di firlandia lebih menekankan kepada orientasi kemampuan berpikir kreatif, yang didasarkan pada kesenangan dalam pembelajaran sehingga membangkitkan rasa penasaran, ingin tahu dan kemampuan belajar mandiri siswa.

 

Kedua, Finlandia dikenal sebagai negara yang yang menduduki di puncak daftar negara-negara dengan indeks kebahagiaan wargannya – yang dihitung dari indeks pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan sebagainya – yang tinggi. Dan prinsip inilah yang dipegang oleh pemerintahan Finlandia dalam merancang falsafah dan sistem pendidikan di sana.

 

Lantas apa yang dilakukan oleh Finlandia sehingga sistem pendidikan yang mereka bangun bisa menjadi panutan dunia?

 

Kualitas Seorang Guru

Profesi pendidik di Finlandia merupakan profesi yang sangat diperhatikan oleh pihak pemerintah. Selain karena gajinya yang tinggi, perjalanan untuk menjadi seorang guru juga tidaklah mudah.

 

Hal ini dikarenakan standar guru di Finlandia harus bergelar Master (S2) sekalipun untuk mengajar pendidikan tingkat sekolah dasar. Di samping itu, para calon guru setelah lulus kuliah keguruan pun tidak serta merta langsung bisa mengajar begitu saja, namun mereka harus mengikuti pendidikan dan pelatihan intensif selama lima tahun untuk kemudian dapat dinilai kembali apakah layak atau tidak dalam mengajar di institusi pendidikan.

 

Finlandia memahami bahwa gurulah yang memegang peran fundamental dalam meningkatkan mutu pendidikan generasi masa depan suatu bangsa. Oleh karena itu, Finlandia berani berinvestasi besar-besaran untuk mencetak kader calon guru yang bermutu dan berkualitas.

 

Kalau kita menjadikan hal ini sebagai sebuah kaca perbandingan dengan keadaan guru di Indonesia, akhirnya kita akan mengingat kembali keluhan yang pernah disampaikan oleh ketua umum PGRI, Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd., “Mereka digaji Rp 200 ribu-Rp 300 ribu gimana mau bicara kompeten. Lalu mereka yang mengabdi puluhan tahun ini untuk bisa dikatakan kompeten harus lulus dengan passing grade sekian, sungguh tidak masuk akal.”

 

Sepertinya kita harus kembali mengingat mengenai tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang berbunyi:

 

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

 

Impian mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang tertuang dalam pasal Undang-Undang sepertinya masih menjadi bunga tidur yang ingin di raih oleh pemerintah Indonesia.

 

Walaupun tidak kita pungkiri bahwa Indonesia sebenarnya memberikan perhatian besar kepada dunia pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan hasil rapat kerja perdana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Komisi X DPR RI di tahun 2021 menetapkan bahwa 20% dari APBN atau sebesar 550 triliun, dialokasikan untuk dana pendidikan.

 

Dana yang diinvestasikan oleh pemerintah Indonesia ini tentunya menggambarkan betapa sangat diperhatikannya nilai pendidikan di Indonesia. Sayangnya, pemerintah seakan-akan hanya memberikan perhatian besar di awal saja dan tidak terlalu mengkawal proses jalannya pendidikan di Indonesia.

 

Hal ini dapat terlihat dari laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyayangkan kasus korupsi di dunia pendidikan masih terus terjadi dan menjadi salah satu sektor yang paling banyak ditindak oleh aparat penegak hukum (APH).

 

Dewi Anggraeni, salah satu peneliti di ICW menjelaskan bahwa, “Setidaknya dari 2016 hingga 2021 semester satu, sektor pendidikan masuk dalam lima besar korupsi berdasarkan sektor, bersama dengan sektor anggaran desa, transportasi, dan perbankan,” ujar Dewi melalui keterangan tertulis, Minggu, 21 November 2021.

 

ICW mencatat 240 kasus korupsi yang terjadi di sektor pendidikan pernah ditangani penegak hukum di Indonesia sejak awal 2016 kemarin hingga tahun 2021. Data ini tentunya harus menjadi kaca refleksi bagi seluruh stakeholder dunia pendidikan (sekolah, pemerintah, dan masyarakat), terkhusus oleh pihak pemerintah untuk benar-benar memperhatikan dan mengawal jalannya pendidikan di Indonesia.

 

Di akhir, apabila kita ingin berefleksi dari sistem pendidikan di Finlandia, maka kita harus lebih memperhatikan kesejahteraan dan kualitas seorang guru. Sebagaimana yang dikatakan oleh Nelson Mandela bahwa, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia,” dan nahkoda utama yang memimpin keberhasilan suatu pendidikan terletak di tangan peran seorang guru.

 

 

 

 

Di salah satu kota Finlandia juga ada yang dikenal sebagai The Athens of Finland atau kota Athena-nya Finlandia. Julukan ini muncul dikarenakan kemajuan pendidikan yang terjadi di kota tersebut.

 

Bersambung …

 

Lihat juga wibiart.com

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *