KPST IOT: Kawasan Pengelolaan Sampah Terintegrasi Sistem IoT Demi Terwujudnya Pemukiman Berkelanjutan
Oleh: Krisna Wijaya
Permasalahan mengenai sampah merupakan sebuah permasalahan yang menjadi tantangan bagi setiap negara di seluruh dunia. Pada tahun 2018, Bank Dunia memperkirakan bahwa limbah global akan terus meningkat dari 2,01 miliar ton menjadi 3,4 miliar ton pertahun.
Hal ini diperkirakan akan mengalami peningkatan sampai 70% pada tahun 2050 apabila tidak ditangani secara serius. Penanganan masalah sampah ini harus direspon dengan serius demi terwujudnya salah satu Sustainable Development Goals (SGDs), yaitu tujuan pembangunan kota dan pemukiman berkelanjutan yang bebas dari masalah sampah.
Membahas mengenai permasalahan sampah, pemerintah Indonesia telah mengupayakan berbagai usaha dan inovasi untuk mengelola sampah agar tidak menjadi bencana bagi kehidupan bermasyarakat.
Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan, sayangnya bangsa Indonesia masih meninggalkan 10 juta ton sampah per tahun yang tidak bisa dikelola. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjelaskan bahwa sumbangan terbesar sampah nasional ini adalah berasal dari aktivitas rumah tangga dengan besar per tahun 2021 kemarin adalah sebesar 40,8%.
Berbagai usaha seperti inovasi pengelolaan sampah, daur ulang sampah, sampai pemaksimalan Tempat Pengelolaan Sampah telah dilakukan, namun hal itu belum menjadi solusi utama dalam mengatasi sampah di Indonesia.
Oleh karena itu, untuk menguraikan permasalahan ini, maka setiap pihak masyarakat harus dilibatkan dalam usaha penanganan masalah ini. Di sinilah penulis menawarkan gagasan penanganan sampah dengan membangun “Kawasan Pengelolaan Sampah Terintegrasi Sistem IoT (KPST IOT) Sebagai Solusi Atas Krisis Sampah Demi Terwujudnya Pemukiman Berkelanjutan”.
Istilah yang penulis gagas bukanlah sebuah “tempat”, melainkan “kawasan” karena di kawasan tersebut terhimpun berbagai satuan insan, baik masyarakat ataupun pemerintah di tempat yang sama. Sungguh miris ketika menyaksikan berbagai Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) mulai ditutup karena over kapasitas.
Hal ini menunjukkan bahwa banyak sampah yang tidak mampu dikelola oleh tempat pengelolaan yang telah pemerintah siapkan. Lebih parahnya lagi adalah ketika TPST sudah penuh dan tidak mampu beroprasi lagi, pemerintah kota (Pemkot) bersangkutan justru meminta warganya untuk menahan sampahnya dan tidak membuang di tempat pembuangan sampah untuk sementara waktu.
Tentu ini hanyalah menutupi masalah dengan masalah yang lainnya, dan tidak menyelesaikan dasar masalahnya. Di sinilah kerja bersama demi pemulihan bersama perlu dilakukan dalam mengatasi permasalahan sampah ini.
Sampah Rumah Tangga Harus Selesai Di Dalam Rumah
Merujuk pada data yang disampaikan oleh Kementerian Lingkungan mengenai sampah, telah jelas bahwa penyumbang sampah nasional terbesar adalah berasal dari aktivitas rumah tangga. Himbauan pemerintah untuk menahan membuang sampah bukanlah solusi cerdas dalam menangani krisis sampah yang terjadi. Seyogyanya pemerintah harus memfokuskan kinerjannya untuk menjadikan masyarakat mampu menyelesaikan persoalan sampah rumah tangga di dalam rumah mereka masing-masing.
Di sinilah kita memperlukan kerja bersama antara pemerintah yang mengarahkan dan membersamai masyarakat agar mampu mengelola limbah rumah tangga di dalam rumah masing-masing. Dengan menyatukan visi “sampah rumah tangga organik harus selesai pengolahannya di dalam rumah”.
Visi ini direalisasikan dengan berbagai upaya yang harus dilakukan oleh masing-masing keluarga. Kalaupun sebuah keluarga tidak mampu mengelola segala sampah yang dihasilkan dalam kehidupan sehari-harinya dengan maksimal, setidaknya limbah sampah organik harus dapat mereka kelola masing-masing tanpa harus membebani tempat pengelolaan sampah yang ada.
Untuk itulah, solusi pengelolaan sampah organik sekaligus ramah lingkungan yang kami usulkan kepada elemen perubahan pertama, yaitu masyarakat adalah Tong Eko-Enzim (Tongkozim). Tong ini selain ramah lingkungan juga terjangkau pembuatannya.
Di sinilah peran pemerintah yang harus memastikan setiap kepala keluarga agar mampu dan memiliki Tongkozim ini. cara kerja Tongkozim ini sangat mudah, yaitu sampah organik seperti sisa makanan, buah, sayur, dll., cukup dicacah dan dimasukkan ke dalam tong ini.
Tidak lupa untuk memberi cairan Mikroorganisme Lokal (MOL ) untuk memaksimalkan proses fermentasi agar bisa dimanfaatkan sebagai pupuk alami. Dengan adanya Tongkozim ini, diharapkan sampah limbah organik rumah tangga dapat di dikelola di dalam rumah tanpa harus membebani TPST sekitar.
Sampah Desa Harus Selesai Di Dalam Desa
Setelah menyelesaikan sampah organik di dalam rumah, maka visi kedua yang harus diupayakan adalah “sampah desa harus diselesaikan di dalam desa”. Di sinilah perangkat desa akan berperan dalam mengambil alih penanganan sampah non-organik yang tidak bisa dikelola oleh masyarakat di dalam rumahnya.
Sampah non-organik yang tidak bisa dikelola ini akan ditampung di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sesuai pembagian sumbernya dan kemudian dikelola lebih lanjut di TPST.
Untuk mengatasi permasalahan sampah yang harus diselesaikan demi mecapai cita-cita Sustaniable Development Goals (SGDs) tahun 2030, yaitu menjadikan kota dan pemukiman inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan, maka pengelolaan sampah harus dibarengi dengan penggunaan teknologi terbaru.
Demi mewujudkan cita-cita pemukiman berkelanjutan yang bebas dari masalah sampah, maka kami mengusulkan pengintegrasian sistem Internet of Things (IOT) kepada seluruh TPS, TPST yang ada.
IOT ini akan memudahkan upaya manusia dalam mengelola sampah karena sistem ini akan menjadi alat sensor sekaligus sarana pemantauan yang bisa diakses oleh siapapun yang ingin mengetahui kondisi TPS/TPST tanpa perlu bantuan komputer atau manusia.
Sistem dari sensor ini akan ditransmisikan melalui jaringan dalam bentuk sebuah data yang bisa digunakan untuk memaksimalkan pengelolaan sampah di berbagai titik tempat pengelolaan. Konsep pengelolaan ini di mulai dari tahapan sampah masuk (garbage entered) dan pemilahan (sorting) yang ditandai sejak pembuangan sampah di TPS berdasarkan sumber, kemudian dilanjutkan di tahap pengelolaan (proccecing), dan hasil produksi (product).
Semua proses ini mengintegrasiskan teknologi modern dengan sistem kendali IoT dan green environment atau teknologi yang minim emisi. Pada proses pengolahan, kami menawarkan beberapa cara pengelolaan yang harus ada di tempat pengelolaan. Beberapa cara itu terdiri dari pengomposan, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), pirolisis, daur ulang, dan margot lava.
Metode pengolahan sampah organik juga masih disediakan untuk mengantisipasi sampah-sampah organik rumah tangga yang tidak bisa dikelola di dalam rumah. Oleh karena itu, untuk memastikan tidak adanya penumpukan sampak sejak proses sampah masuk di TPS sampai dengan proses menjadi sebuah produk, maka konsep sistem IoT harus benar-benar diintegrasikan untuk pendataan sampah input, control mesin, kapasitas pengelolaan, dan output setiap harinya.
Ketika segala upaya baik dari masyarakat atau pemerintah ini telah dilakukan, maka kawasan pengelolaan sampah berkelanjutan yang memiliki visi terciptanya pembangunan kota dan pemukiman berkelanjutan yang bebas dari masalah sampah akan segera tercapai.
Penanaman Pohon Lingkungan Hijau
Penyempurna formulasi terakhir dari kawasan pengelolaan sampah ini adalah dengan penanaman pohon penghijauan di sekitar kawasan ini. hal ini dimaksudkan agar kawasan tetap dalam keadaan asri akan oksigen yang dihasilkan oleh pepohonan yang ditanam.
Di sinilah penanaman pohon itu diperlukan