
Pendidikan Finlandia: Sebuah Refleksi #2
Oleh: Krisna Wijaya
The Athens of Finland
Di salah satu kota di Finlandia juga ada yang dikenal sebagai The Athens of Finland atau kota Athena-nya Finlandia. Julukan ini muncul dikarenakan kemajuan pendidikan yang terjadi di kota tersebut.
Kota itu yang di kemudian hari akan dikenal sebagai kota Jyväskylä. Kota ini terletak di ujung utara Danau Päijänne dan merupakan ibu kota Provinsi Finlandia, Finlandia Tengah, terletak di kawasan Keski-Suomi.
Pelafalan nama kota ini memang tidaklah mudah dilafalkan oleh orang dari luar Finlandia. Oleh karena itu, Jyväskylä University (JYU) yang terletak di sebuah kota di bagian tengah negara Finlandia membumikan slogan “Jyväskyla: tough to pronounce, easy to love’, sulit untuk dilafalkan namun mudah untuk disukai”.
Kota Jyväskylä dijuluki sebagai ‘Athens of Finland’, karena perannya sebagai cikal bakal pendidikan di Finlandia. Tidak hanya itu, kota ini juga sudah memiliki fasilitas pendidikan guru jauh sebelum Finlandia mereka pada tahun 1907.
Setidaknya terdapat tiga fasilitas pendidikan yang bersejarah di kota ini. Pertama, perguruan tinggi untuk pelatihan guru Finlandia pertama (didirikan tahun 1863; diganti pada tahun 1943 oleh lembaga pedagogis yang pada tahun 1966 menjadi sebuah universitas). Kedua, Lyceum, sekolah menengah pertama berbahasa Finlandia (di buka tahun 1858); dan sekolah perempuan Finlandia pertama (di mulai tahun 1864).
Pendidikan untuk Semua
Motto pendidikan di Finlandia adalah “pembelajaran seumur hidup” (elinikäinen oppiminen) dan berdasarkan ide ini, seseorang akan terus belajar hal baru sepanjang hidupnya baik secara formal maupun informal.
Perubahan dalam hidup, pergeseran situasi, minat pekerjaan, dan keadaan ekonomi menuntut seseorang menjadi adaptif dan pendidikan Finlandia memberikan kesempatan belajar dan berkembang bagi setiap orang tanpa pilih-pilih umur atau latar belakang ekonomi.
Kesempatan inilah yang menjadi kunci moto pembelajaran seumur hidup ini. Belajar dari institusi pendidikan atau dari lembaga kursus dengan harga terjangkau bahkan gratis bagi warga setempat.
Pembelajaran seumur hidup ini begitu mendalam dalam masyarakat Finlandia sehingga fasilitas belajar juga didukung oleh saran perpustakaan yang modern dan memiliki koleksi yang tidak sedikit.
Pemerintah Jyväskylä selain menyediakan sekolah dan universitas juga memiliki perpustakaan daerah yang terbuka untuk umum, asal memiliki domisil tempat tinggal di Finlandia (tidak wajib tinggal di kota Jyväskylä).
Ratih D. Adiputri, seorang ibu sekaligus mahasiswa program doktoral salah satu universitas di kota Jyväskylä memberi kesaksian bahwa perpustakaan udah menjadi bagian kehidupan masyarakat Finlandia.
Di perpustakaan anak-anak sekolah dapat belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah sepulang dari sekolah, ibu dan anak-anak kecil dapat bermain dan belajar bersama, dan banyak orang (mayoritas usia lanjut) bisa datang membaca koran serta majalah atau menonton film di ruangan khusus.
Selain itu, perpustakaan-perpustakaan yang ada tidak hanya memiliki koleksi buku yang banyak saja, namun juga memiliki fasilitas belajar yang mendukung di dalamnya. Berbagai kursus keterampilan diajarkan di perpustakaan, yang menjadi Pusat Pembelajaran Orang Dewasa (adult education center) untuk pendidikan pagi dan malam hari.[i]
Tidak hanya menjadi pusat pembelajaran bagi orang dewasa, berbagai kursus bahasa sampai kursus fotografi, musik, dan lukis juga difasilitasi di sini. Beginilah kondisi umum perpustakaan yang ada di Finlandia.
Dalam bentuk praktik keprofesionalitasannya, di kota ini terlihat bahwa untuk mengerjakan sesuatu, seseorang harus dianggap mampu atau memiliki sertifikat kompetensi yang sesuai dengan bidang pekerjaan tersebut serta diakui oleh institusi atau lembaga setempat.
Hal ini berlaku tidak hanya pekerjaan yang berhubungan dengan pendidikan, namun setiap pekerjaan yang itu berhubungan dengan masyarakat secara umum akan disamaratakan syarat-syarat di atas untuk menunjukkan bukti kompetensi dan bentuk keprofesionalitasannya.
Tidak seperti di Indonesia yang saat ini masih kita temukan bahwa masyarakat bisa melamar suatu pekerjaan asal memiliki ijazah universitas atau pendidikan sarjana (S-1/strata satu) bidang apa saja.
Di Finlandia hal seperti ini tidak terjadi. Seseorang harus harus memiliki pendidikan atau sertifikat kompetensi yang sesuai dengan pekerjaan yang diminatinya, bahkan untuk menjadi supir bis sekolah sekalipun.
Walaupun bisa menyetir mobil atau bus, ia harus mengikuti pendidikan/kursus untuk menjadi sopir bus sekitar dua tahun. Karena aspek yang harus diketahui oleh supir bus bukan hanya tentang kemampuan menyetir saja, namun juga berhitung/ilmu akuntansi dasar, ilmu umum tentang mesin bus, mesih penghitung uang (kassa), pengetahuan tentang printer dan alat elektronik di dalam bus, bahkan ilmu pelayanan pelanggan (costumer service), dll.
Menjadi supir bus saja harus menempuh pendidikan dan pelatihan yang sedemikian rupa, apalagi bila hal ini berkaitan mengenai mendidik seseorang?
Hal ini merupakan salah satu praktik dari filosofi pembelajaran seumur hidup (lifelong learning) ala Finlandia. Filosofi ala Finlandia ini kemudian diadopsi oleh Parlemen Eropa dan Dewan Eropa untuk direkomendasikan agar dijalankan di seluruh Eropa pada tahun 2006.
Pembelajaran seumur hidup ini adalah sebuah hal yang penting dalam rangka menghadapi perubahan situasi dunia pekerjaan dan beradaptasi dengan perubahan itu di masa depan. Sekali lagi, kita harus mengingat bahwa ada perbedaan besar antara “pendidikan sebagai proyeksi masa depan” dengan “pendidikan sebagai bekal pekerjaan” di institusi pendidikan kita.
Bapak Anies Baswedan juga pernah menekankan hal ini dengan dengan mempertanyakan sebuah pertanyaan cerdas di sebuah kesempatan webinar. Beliau tegaskan bahwa kalau saat ini kita menanyai anak-anak kita dengan pertanyaan, “Kalau sudah besar mau menjadi apa?” Maka di masa depan atau mulai saat ini, pertanyaan itu kita rubah menjadi, “Kalau sudah besar mau membuat apa?”
Nampaknya pendidikan di Finlandia berusaha menggabungkan kedua konsep pertanyaan tersebut. Sebuah model pendidikan yang di satu sisi berorentasi pada perubahan masa depan dan di sisi yang lain berorientasi pada bekal pekerjaan masa mendatang.
Oleh karena itu, terinisiasi dari konsep lifelong learning ala Finlandia inilah, Uni Eropa kemudian merekomendaskan delapan kompetensi kunci yang dibutuhkan seseorang shingga ia mampu belajar seumur hidup.
Kompetensi-kompetensi itu antara lain: literasi; kemultibahasaan; keterampilan berhitung; metode ilmiah; seluk-beluk teknik; kompetensi-kompetensi berbasis teknologi dan digital; keterampilan interpersonal dan kemampuan mengadopsi kompetensi baru; kewarganegaraan aktif; kewirausahaan; serta kesadaran kultural dan kemampuan mengekspresikan budaya.
Semua kompetensi di atas amat berguna untuk mengasah kemampuan pemikiran yang kritis dan kreatif, inisiatif baru, pemecahan masalah, penilaian resiko, pengambilan keputusan, dan pengelolaan emosi secara konstruktif. Hal-hal ini hendaknya harus selalu tercakup dalam sebuah proses pendidikan, baik tingkatan terendah maupun tingkat perguruan tinggi.
Bersambung …
You May Also Like

Toleransi Beragama Bukanlah Saling Menghormati
November 12, 2021
Dr. Karlina Supeli: Matinya Kepakaran!
August 24, 2023