Mencari Wajah Pendidikan Islam: Sebuah Refleksi Untuk Kebangkitan Umat
Oleh: Krisna Wijaya
Refleksi Singkat Kacamata Mahasiswa
Pendidikan merupakan kunci perubahan masa depan peradaban manusia di dunia. Sekali lagi kita akan teringat akan pesan yang pernah disampaikan oleh Nelson Mandela bahwa, “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa digunakan untuk mengubah dunia.”
Kalau ditanyakan mengenai apa permasalahan pendidikan saat ini, maka akan kita temukan berbagai permasalahan kompleks yang hinggap dalam tubuh pendidikan Indonesia saat ini.
Kemudian pada akhirnya, segala bentuk permasalahan dalam kehidupan masyarakat seperti kasus korupsi, konflik, ketidakbahagiaan, kekerasan, dll., apabila kita runtut, maka dapat dikatakan bahwa itu semua bersumber dari dunia pendidikan sebagai pangkalnya.[1]
Dari sini dapat kita ketahui bahwa pendidikan begitu memegang peran penting bagi kemajuan dan kemunduran sebuah bangsa. Karena dari pendidikan lah para pembangun bangsa (National Builders) akan dilahirkan sebagai upaya meneruskan perjuangan pembangunan bangsa (Nation Building). Kita juga harus tahu bahwa hampir semua peradaban besar di muka bumi ini dibangun atas dasar pendidikan di dalamnya.[2]
Menyadari begitu pentingnya pendidikan ini, pemerintah Indonesia sebenarnya memberikan perhatian besar kepada dunia pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan hasil rapat kerja perdana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Komisi X DPR RI di tahun 2021 menetapkan bahwa 20% dari APBN atau sebesar 550 triliun, dialokasikan untuk dana pendidikan.
Hal ini sesuai dengan komitmen awal pemerintah melalui UU Pasal 31 ayat 4 yang menyatakan bahwa alokasi anggaran pendidikan adalah sebesar 20% berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).[3]
Walaupun pemerintah pusat telah berkomitmen dengan mengalokasikan dana yang besar bagi dunia pendidikan, namun ternyata hal itu tidak menjamin baiknya kualitas pendidikan yang ada. Berbagai permasalahan internal maupun eksternal masih saja terjadi di dalam dunia pendidikan kita. Permasalahan internal seperti dapat kita lihat seperti perbedaan pandangan di antara para stakeholder dunia pendidikan.
Ratusan usaha berbentuk penelitian telah diselenggarakan, lebih banyak lagi artikel, jurnal, dan tak terhitung lagi diskusi yang ditunjukkan untuk mengurai benang kusut teori, kebijakan, kurikulum, dan praktik pendidikan di negeri kita.
Akan tetapi, nampaknya kita masih berputar-putar di tempat awal kita memulai. Perbedaan pandangan, gagasan, sudut pandang menjadikan solusi semakin keruh dan tidak berujung.[4]
Di samping permasalahan internal yang terjadi, permasalahan eksternal juga turut memberikan tantangan terhadap perkembangan dunia pendidikan saat ini. Perkembangan zaman yang telah memasuki era modern saat ini tentu saja memberikan dampak sekaligus tantangan tersendiri terhadap dunia pendidikan. Hal ini dapat kita lihat perbedaannya dengan cara membandingkan perbandingan antara keadaan pendidikan di abad 20 dengan abad 21.
Boleh jadi sistem pendidikan pada abad 20 ke bawah masih menekankan pembelajaran konvensional, yang hanya menuntun siswa untuk melakukan DDCH (Datang, Duduk, Catat, dan Hafal); dengan pembelajaran yang masih didominasi oleh guru melalui ceramah-ceramahnya karena pada waktu itu arus perkembangan ilmu dan teknologi masih sangat terbatas.[5] Namun hal ini berbeda dengan keadaan pendidikan di abad 21 saat ini.
Pendidikan abad 21 tidak lagi disuguhi akan sumber informasi yang hanya berasal dari media cetak semata, namun ledakan informasi digital terjadi akibat perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), termasuk internet di tengah-tengah kehidupan manusia.[6] Lebih jelasnya lagi, kita saat ini sedang berada di era Society 5.0 yang merupakan tahapan lanjut sebagai bentuk penyempurna proses perkembangan teknologi yang terjadi di era revolusi industri 4.0.
Pada era ini, perkembangan teknologi tidak terbendung lagi dan telah banyak merubah tatanan kehidupan manusia. Bahkan tidak menutup kemungkinan juga bahwa perkembangan teknologi ini akan menggeser tatanan nilai kehidupan manusia disebabkan penggunaan teknologi sehingga yang jauh terasa dekat, namun yang dekat terasa jauh.[7] Hal ini jugalah yang kemudian bisa berdampak pada pergeseran nilai di mana yang awalnya baik menjadi buruk dan yang buruk dinilai baik.
Hal ini bukan tanpa sebab, era Society 5.0 cenderung berkiblat kepada peradaban Barat, sehingga dimensi agama akan luntur dengan sendirinya.[8] Hal ini bukan tanpa sebab, Barat sebagai kiblat perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memandang agama sebagai sebuah hal yang tabu karena mereka trauma terhadap sejarah, khususnya yang berhubungan dengan dominasi Gereja (inkuisisi) di zaman pertengahan dulu.[9]
Bersambung …
[1] Haidar Bagir, Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia, (Jakarta: Mizan, 2019), h. 13.
[2] Disampaikan oleh Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi saat acara International Webinar Youth Education Festival oleh Fakultas Tarbiyah Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo, 28 September 2021.
[3] Titik Handayani, Kebangkitan Nasional dan Pembangunan Manusia: Sebuah Catatan Kritis, (Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2008), h. 139.
[4] Haidar Bagir, Memulihkan Sekolah, Op. Cit., h. 2.
[5] Winastwan, Pakematik: Strategi Pembelajaran Inovatif Berbasis TIK, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010), h. 2.
[6] Daniel Ginting, dkk., Literasi Digital dalam Dunia Pendidikan Di Abad ke-21, (Malang: Media Nusa Creative, 2021), h. 2.
[7] Hamirul, Komunikasi di Era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, (Malang: CV Pustaka Learning Center, 2020), h. iii.
[8] Muhamad Basyrul Muvid, dkk., Eksistensi Perguruan Tinggi di Era Society 5.0: Peran dan Tantangan, (Surabaya: Global Aksara Pres, 2021), h. 182.
[9] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat: dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 29.
Lihat juga wibiart.com