Goresan Lisan Nasihat Peradaban: Al-Ustadz Dr. Setiawan Bin Lahuri, M.A.
Hari ini, kukembali bersua meminta nasihat peradaban dari al-Ustadz Dr. Setiawan Bin Lahuri, M.A. untuk segenap teman-teman mahasantri UNIDA yang sedang disapa oleh kerinduan kembali ke kampung halaman.
Dalam kesempatan ini, beliau sampaikan kepada kami bahwa, “arrohatu fi tabadulil a’mal.” Perlu ditegaskan bahwa liburan ini adalah sebuah rangkaian proses perpindahan dari satu aktivitas ke aktivitas yang lainnya. Bukan pemberhentian sebuah aktivitas aktif ke aktivitas yang bersifat pasif.
Dahulu, temanku bernama Yulisa pernah berkata padaku bahwa, “Liburan itu bukan hanya tentang perpindahan kegiatan yang bersifat aktif ke kegiatan aktif lainnya saja, namun lebih dari itu adalah dari kegiatan aktif menuju kegiatan aktif yang lebih baik kebermanfaatannya.”
Gontor sebenarnya telah menawarkan makna liburan yang sangat baik untuk diadopsi dalam kehidupan sehari-hari. Liburan memang terlepas dari segala keadaan formal yang bersifat akademik, namun itu bukan sebuah alasan untuk berhenti melakukan sebuah kebaikan.
Mengenal Tempatmu Tumbuh Dewasa
Sekali lagi, masa libur telah hadir di tengah-tengah kita. Beliau menekankan kepada segenap mahasantri UNIDA Gontor yang akan kembali ke kampung halaman masing-masing untuk mengenali dengan baik keadaan dan kondisi realitas masyarakat yang terjadi di tempat masing-masing.
Tidak hanya mengenal saja, namun segala pengetahuan yang telah didapatkan di kampus Darussalam ini agar digunakan semaksimal mungkin untuk menjadi bekal kontribusi di kehidupan bermasyarakat.
Misal, bagi kalian yang mendalami ilmu ekonomi, maka ilmu ekonomi yang kalian dalami itu adalah sebuah potensi bagi kalian untuk bisa bermanfaat di masyarakat.
Bagi kalian yang mendalami ilmu kesehatan, maka kalian bisa menjadikan hal itu sebagai potensi kebermanfaatan ketika hidup di masyarakat, dll.
Walaupun sebatas memberikan edukasi, namun bayangkan bila seluruh mahasantri UNIDA Gontor yang berjumlah ribuan lebih melakukan hal yang serupa. Bayangkan betapa besar kebermanfaatan yang dapat kita berikan kepada masyarakat.
Di samping itu, kita tidak boleh lupa akan corak terpenting yang juga menjadi identitas kita adalah dengan selalu menyemaikan nafas-nafas nilai keislaman dalam setiap pengetahuan yang kita pelajari.
Dalam bidang kesehatan misalnya, ketika kalian teman-teman dari prodi kesehatan sedang berjuang memberikan edukasi terbaik mengenai permasalahan kesehatan di masyarakat, maka jangan lupa akan pilar kesehatan yang terdapat dalam Qur’an, yaitu:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku” (Q.S. Asy-Syu’ara :80).
Dasar pandangan (worldview) Tauhidi inilah yang harus menjadi dasar bagi setiap mahasantri dalam membagikan setiap pengetahuan yang telah dipelajarinya di kampus Darussalam.
nsectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.
Jaga Identitasmu
Nasihat lain yang ditekankan oleh Ustadz Setiawan adalah mengenai identitas kita sebagai seorang mahasantri. Bukankah ada perbedaan antara kita dengan mahasiswa biasa di luar sana? Bukankah ada satu corak khusus yang membedakan antara kita dengan mereka mahasiswa umum di luar sana? Bukankah kita disebut-sebut sebagai “mahasantri” dan bukan hanya sekedar “mahasiswa” sebagaimana mereka di luar sana?
Identitas sebagai seorang mahasantri inilah yang harus dijaga dan dipertahankan, kapanpun dan di manapun. Sebagaimana yang pernyataan yang pernah disampaikan oleh K.H. Hasan Abdullah Sahal bahwa, “UNIDA Gontor harus punya identitas diri. Kalo nggak, tidak usah berdiri saja!”
Ketika kita berbicara mengenai UNIDA, maka secara khusus mahasantri juga termasuk menjadi bahasan di dalamnya. Oleh karena itu, bapak Rektor, al-Ustadz Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi sering mengingatkan kepada kita bahwa, “Apapun Prodimu, apapun Fakultasmu, ketika kalian keluar dari UNIDA Gontor, maka kalian adalah ustadz dan ustadzah.”
Identitas itulah yang harus benar-benar dijaga oleh segenap manahsantri UNIDA Gontor ketika masa-masa liburan dan perpulangan ke kampung halaman masing-masing. Jangan sampai identitas itu berubah hanya karena perpindahan tempat semata.
Al-Ustadz Setiawan juga menjelaskan bahwa beliau sebenarnya tidak terlalu kagum dengan mahasantri yang memiliki berbagai keaktifan di dalam kampus. Kalau di dalam kampus mahasantri itu rajin sholat, membaca Qur’an, dll., maka itu semua adalah hal yang wajar.
Beliau sejatinya kagum kepada mahasantri yang dia tetap menjalankan berbagai aktivitas yang bermanfaat, walaupun sudah tidak terikat dengan aturan akademik. Karena kita tahu bahwa kondisi dan tantangan di luar kampus itu lebih besar apabila dibandingkan dengan keadaan di dalam kampus Darussalam.
Maka dari itu,
Tetaplah tumbuh dalam kebaikan wahai orang-orang baik.
Baca juga nasihat perpulangan