nasihat
Catatan Pena

Goresan Lisan Nasihat Peradaban: Prof. Dr. K. H. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A.Ed., M.Phil.

Kolom spesial GoresanIlmu

Goresan nasihat-nasihat perpulangan

Oleh: Krisna Wijaya

 

Kembali bersua bersama ayahanda, al-ustadz Hamid Fahmy Zarkasyi di penghujung perpulangan konsulat Yogyakarta adalah sebuah keharusan. Karena hampa rasa-saranya apabila liburan tahun ini tidak ditutup dengan nasihat peradaban dari beliau.

 

Rambutnya semakin memutih

Namun rasa-rasanya Ia tidak mengenal akan letih

Wajahnya tidaklah semuda sedia kala

Namun langkah jejak justru dititi semakin nyata 

Ia tidak hanya memandang 2 sampai 3 tahun ke depan

Namun Ia memandang 2 sampai 3 abad jauh di masa depan

Berpetuah tidak hanya sebatas kosa kata semata tanpa makna

Namun tidaklah keluar dari lisannya kecuali ilmu di dalamnya

Sesekali tersenyum, namun berpetuah mesra nan tajam tentang peradaban[1]

 

Menjaga Identitas

Dalam kesempatan ini, beliau menegaskan bahwa mahasantri UNIDA Gontor yang menjunjung tinggi-tinggi ilmu agama di samping ilmu pengetahuan umum harus tetap kokoh akan identitas kita sebagai mahasiswa muslim di berbagai situasi dan kondisi yang ada.

 

Hal ini perlu diperhatikan dengan seksama karena permasalahan krisisi identitas benar-benar sedang melanda kaum muslimin, terkhusus remaja-remaja muslim saat ini.

 

Di era modern saat ini, Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada rambu-rambu khusus dalam upaya meresponnya akan menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari. Karena jika hanya menikmati perkembangan IPTEK saja, niscaya kehidupan manusia akan kering dan hampa dalam perjalanannya.

 

Kehampaan ini merupakan salah satu bentuk permasalahan yang menghinggapi masyarakat modern saat ini dikarenakan ilmu pengetahuan modern yang berusaha menghapus jejak Tuhan di dalamnya.

 

Sebab lain adalah ketika Barat sebagai kiblat perkembangan IPTEK memandang agama sebagai sebuah hal yang tabu karena mereka trauma terhadap sejarah, khususnya yang berhubungan dengan dominasi Gereja (inquisisi) di zaman pertengahan dulu.

 

Dari latar belakang di atas, Prof. Hamid menekankan agar mahasantri UNIDA di saat liburan tidak kehilangan identitasnya sebagai seorang muslim di era disrupsi saat ini. Terlebih mahasantri yang telah dibekali dengan Islamic worldview, di mana basic pandangan hidupnya tidak hanya terbatas pada ranah fisik semata, namun juga mempertimbangkan ranah metafisik sebagai aspek penilaian terhadap baik atau buruknya suatu hal yang ada.

 

Sebagai mahasantri, ketika keadaan sosial masyarakat penuh akan permasalahan, “Jangan sampai dirubah oleh situasi dan kondisi yang ada, namun rubahlah situasi dan kondisi yang ada di masyarakat,” tutur Prof. Hamid kala itu.

 

Tantangan Pemikiran

Di samping menjaga identitas, tantangan ghazwul fikr menjadi salah satu hal yang sangat beliau khawatirkan terhadap mahasantri-mahasantrinya. Beliau sering menyampaikan bahwa, “Ada kultur, cara berpikir, dan pandangan hidup yang berusaha menghegemoni hidup kita saat ini.”

 

Hegemoni ini telah jelas coraknya ketika dunia Barat mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, dan di sisi lain terjadi kemunduran yang terjadi pada peradaban Islam dalam bidang ilmu pengetahuan.

 

Pengaruh budaya Barat atau sesuatu yang dikenal dengan istilah “Westernisasi” akhirnya juga mempengaruhi pola hidup masyarakat yang semakin hanyut dalam pola yang berkiblat kepada sistem budaya Barat.

 

Westernisasi dengan program utamanya sekulerisasi dan liberalisasi ini bukan sekedar isu atau program Barat di bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan semata, namun juga menawarkan konsep dalam bentuk wacana hidup (living discourse) yang mendominasi kalangan terpelajar di dunia Islam, termasuk di Indonesia

 

Untuk itulah, sebagai mahasantri yang sudah disuguhi dengan pengkajian isu-isu kontemporer di UNIDA seharusnya mampu merespon berbagai permasalahan kontemporer yang ada di masyarakat dengan cerdas dan kritis.

 

Tantangan Wanita

Masalah mengenai wanita ini menjadi salah satu hal terpenting yang beliau sampaikan untuk diperhatikan mahasantri UNIDA. Bagaimana tidak, hal ini disebabkan karena wanita memiliki potensi untuk menjadi fitnah terbesar bagi laki-laki. Sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Usamah Bin Zaid. Beliau bersabda,

 

مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

 

“Aku tidak meninggalkan satu godaan pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 2740)

 

Maka dari itu, berhati-hatilah apabila berhadapan dengan masalah wanita. Jadilah mahasantri yang mahal karena kemuliaannya. Kemuliaan karena menjaga harkat dan martabat sebagai seorang mahasantri dari godaan wanita di kala muda. Karena sesunggguhnya Laa izzata illa bil jihad (tiada kemuliaan kecuali dengan dengan sebuah perjuangan).

 

[1] Bukan kata-kata sang penulis.

Baca juga sajak-sajakku

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *