
Gurunya Manusia: Paradigma Kecerdasan Majemuk
Oleh: Krisna Wijaya
Sebelum masuk dalam pembahasa, sebenarnya apa yang dimaksud dengan paradigma? Dalam masyarakat intelektual banyak digunakan bermacam-macam paradigma dalam memahami ilmu pengetahuan ilmiah, seperti adversarial paradigm dalam memahami ilmu hukum, judgemental paradigm dalam memahami ilmu olahraga, religious paradigm dalam memahami kehidupan beragama dan sebagainya.[1]
Membahas mengenai paradigma, sebenarnya apa yang dimaksud paradigma itu? Pada tataran global, kata “paradigma” mulai populer pada awal dekade 1990-an. Kata paradigma sebenarnya telah lama diperkenalkan jauh sebelumnya oleh Thomas S. Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution. Kata paradigma berasal dari bahasa yunani kuno “para” dan “deigma”, yang berarti model, pola, atau contoh. Ada banyak definisi yang ditawarkan oleh para pakar untuk membahas mengenai arti dari paradigma itu sendiri. [2]
Banyak para ahli yang berusaha mendefinisikan arti dari paradigma itu sendiri. Di antaranya adalah Thomas Kuhn dalam magnum opusnya The Structure of Scientific Revolution menjelaskan:
By choosing it, I mean to suggest that some accepted examples of actual scientific practice-example which include law, theory, applications and instrumentation together-profide models from which spring particular coherent traditions of scientific research.[3]
Bukan hanya Kuhn, Adam Smith, Peter M. Senge, dll. pun juga memiliki definisi masing-masing memiliki kesamaan corak satu dengan yang lainnya. Namun pada intinya, paradigma akan menentukan orientasi, warna dan corak pengembangan ilmu dari sebuah komunitas ilmiah.
Membangun Paradigma
Kemudian, membahas mengenai kecerdasan, definisi sekaligus pembagian macam-macam kecerdasan sebenarnya terus berkembang seiring dengan studi ilmiah yang terus dilakukan oleh para ahli. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang keilmuan yang dimiliki oleh masing-masing ahli. Dalam kurikulum 2013, teori Bloom masih menjadi basis fundamental kerangka kurikulum yang diajarkan.
Kalau kita mencoba untuk berefleksi lebih kritis lagi, barangkali di pertengahan abad ke-20 sampai akhir abad ke-20,[4] teori Bloom bolehlah kita terima seutuhnya di dalam dunia pendidikan. Namun berbeda lagi jawabannya apabila dihadapkan dengan perubahan di era digital saat ini. Walaupun dengan pengembangan yang dilakukan oleh Andreson dan Krathwol pada tahun 2001, tetap saja membatasi dimensi keterampilan dalam 3 aspek saja (kognitif, afektif, dan psikomotor) masihlah kurang di era saat ini.[5]
Padahal di akhir abad ke-20 sudah ada akademisi yang mencoba merubah paradigma kecerdasan yang saat itu masih terlalu sempit ranah pembagiannya. Akademisi itu yang di kemudian hari akan kita kenal bernama Howard Gardner. Kecerdasan majemuk adalah istilah yang digunakan Howard Gardner untuk menunjukkan bahwa pada dasarnya manusia itu memiliki banyak kecerdasan, tidak hanya sebatas IQ semata.
Pada kesempatan ini, kita tidak akan membahas mengenai teori Gardner dan implikasinya terhadap dunia pendidikan. Fokus utama kita adalah mengenai dampak teori yang dicetus oleh Gardner ini ternyata membawa perubahan paradigma baru bagi dunia pendidikan mengenai kecerdasan manusia.
Hingga saat ini, kita akan tahu bahwa kecerdasan manusia itu memiliki potensi untuk terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman yang terjadi. Oleh karena itu, hal ini benar-benar harus diperhatikan dengan serius oleh segenap stake holder dunia pendidikan. Agar tidak terjadi kelumpuhan paradigma mengenai pembacaan kecerdasan manusia di dunia pendidikan kelak.
Bersambung …
[1] Kasiyanto Kasemin, Paradigma Teori Komunikasi dan Paradigma Penelitian Komunikasi, (Malang: Media Nusa Creative, 2015), h. 1.
[2] Subarto Zaini, Leadership in Action: Pembelajaran dari Para Maestro, (Jakarta: Komputindo, 2011), h. 27.
[3] Gerald Studdert Kennedy, Evidence and Explanation in Social Science, (New York: Madison Avenue, 2009), h. 210.
[4] Ramlan Effendi, Konsep Revisi Taksonomi Bloom dan Implementasinya Pada Pelajaran Matematika SMP, Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Vol. 2, No. 1, 2017, h. 73.
[5] Nurul Yuliadini, dkk. Pengembangan Soal Tes berbasis Higher Order Thinking Skill (HOTS) Taksonomi Bloom Revisi di Sekolah Dasar, JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR – Vol. 6, No. 1, 2019, h. 38.
Baca juga deislamsiasi muslimah Indonesia
You May Also Like

Beasiswa Weda Bay 2024
June 4, 2024
Sepenggal Asaku
December 16, 2023