
Gender dan Feminisme #2
Lanjutan artikel Mengenal Gender dan Feminisme
Oleh: Krisna Wijaya
Kembali mengingat bahwa istilah “gender” itu muncul dengan berbagai sejarah panjang yang mewarnai kehadirannya. Di mulai dari pembahasan sebatas mengenai pembedaan jenis kelamin kemudian berubah menjadi pembedaan atas peran sosial di masyarakat.
Di samping perubahan makna yang juga mempengaruhi perubahan fungsi dari istilah “gender” di atas, sejatinya teori mengenai gender tidak bisa terlepas dari konsepsi Barat mengenai hakikat wanita yang begitu rendah kedudukannya.
Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi tatkala membahas gender juga pernah menjelaskan bahwa gender adalah sebuah teori yang membahas mengenai perbedaan antara laki-laki dan perempuan menurut perspektif sosial budaya dan bukan menurut perspektif biologis.
Dari sini dapat kita pahami bahwa faham atau teori sosial gender ini sejatinya lahir dilatarbelakangi oleh realitas sosio-kultural keadaan wanita di tengah-tengah masyarakat Barat kala itu.
Kemudian perlu ditegaskan kembali bahwa Barat saat ini merupakan peradaban maju yang begitu mendominasi berbagai sektor seperti dalam wacana sosial, politik, ekonomi, dll. Menariknya adalah ketika apapun yang terjadi di Barat merupakan bentuk realitas-realitas baru yang perlu mendapat respon dari berbagai peradaban lain di dunia, termasuk Islam.
Termasuk gender yang merupakan issue baru itu kemudian menjelma menjadi realitas transnasional yang semua peradaban-peradaban dunia dipaksa untuk memberikan jawaban atas persoalan gender tersebut. Padalah peradaban Islam sendiri tidak memiliki permasalahan dengan konsep wanita, terlebih peradaban Islam justru memberikan kemuliaan kepada wanita.
Salah satu langkah dalam mensosialisasikan konsep gender kepada dunia adalah dengan melalui peran Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menempatkan aspek kesetaraan gender menjadi salah satu tujuan pembangunan bersifat global dan harus diperjuangkan oleh setiap negara yang ada.
Dr. Henri Shalahuddin tatkala membahas wacana ini juga menegaskan bahwa sebenarnya, “Ideologi gender adalah ideologi transnasional yang kemudian bergulir menjadi wacana akademik di ranah perguruan tinggi di Indonesia sejak era 1990-an. Sayangnya sebagai wacana akademik yang sarat akan perbedatan pro-kontra, justru dipaksakan menjadi UU (ratifikasi kebijakan dunia mengenai gender ke dalam UU) yang harus disepakati oleh semua warga negara RI. Sebuah upaya penyeragaman ala barbarian yang mengubur hidup-hidup aspek kebinekaan di negara yang sama-sama kita cintai.”
Bangunan Wacana Gender
Berbicara mengenai gender, kita sejatinya sedang membahas mengenai interaksi dan cara pandang sebuah bangsa terhadap budaya lain. Gender sendiri merupakan sebuah wacana yang termasuk di antara sejumlah wacana yang dianggap kontemporer saat ini dan menyita berhatian segenap elemen masyarakat, seperti para masyarakat umum, aktivis, akademisi, legislatif, bahkan kaum agamawan.
Dr. Henri Shalahuddin menjelaskan bahwa maksud dari kemunculan wacana ini sebenarnya adalah untuk memutuskan ketidakadilan sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin, selanjutnya berupaya mewujudkan kesetaraan antara laki-lakui dan perempuan pada aspek sosialnya.
Walaupun rasa-rasanya memiliki tujuan yang mulia, perlu diingat kembali bahwa paham kesetaraan gender ini muncul dan berkembang dari Barat. Beliau juga menegaskan bahwa ketika gender ini berasal dari Barat, maka pastinya juga tidak netral nilai-nilai lokal di mana paham itu berasal.
Bisa jadi nilai-nilai yang terkandung di dalam paham ini sejalan dengan nilai dan norma bangsa Indonesia, namun tidak menutup kemungkinan untuk sebaliknya. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai agama, sikap kritis (berlandaskan kacamata agama) saat berhadapan dengan produk budaya ataupun kultur bangsa lain sangat dibutuhkan, agar identitas bangsa sendiri tidak membias di era modern saat ini.
Oleh karena itu, perlu kita ketahui sejak dini bahwa gender ini sejatinya bukanlah sekedar kata atau istilah saja, tetapi ia merupakan sebuah konsep yang sarat akan nilai dan mengandung misi, filosofi, dan ideologi tertentu di dalamnya.
Untuk lebih memudahkan dalam memahami wacana ini, Assoc. Prof. Dr. Mohammad Muslih membagi wacana gender ini ke dalam empat penampilan, yaitu sebagai sebuah gerakan, sebagai diskursus kefilsafatan, perkembangan dari isu sosial ke isu agama, dan sebagai pendekatan dalam studi agama.
Bersambung …
Membahas mengenai feminisme, istilah feminisme sebenarnya berasal dari kata femina, yang merupakan kombinasi dari kata fe artinya iman, mina artinya minus artinya kurang. Jadi kata femina mengandung arti kurang iman.
Oleh karena itu, wanita di Barat dahulu dianggap sebagai makhluk yang hina dan tidak bisa dipercaya. Kemudian karena sebab konsep dasar inilah peran wanita diletakkan sebagai makhluk sekundair setelah laki-laki.

Adab dan Pendidikan
You May Also Like

Magang Merdeka Muda Berdaya untuk Kedaulatan Pangan 2024
May 30, 2024
Cinta Itu
May 29, 2023