menulis
Hamid Corner

Tuna Baca dan Pincang Menulis

Oleh: Krisna Wijaya

Refleksi Nasihat Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi

 

Kembali teringat akan nasihat Assoc. Prof. Dr. Muhammad Muslih bahwa, “Islam adalah sebuah peradaban literasi.” Artinya, peradaban Islam sejatinya dibangun tidak terlepas dari tradisi literasi di dalamnya. kemudian, bagaimana keadaan tradisi literasi umat Islam saat ini?

 

Refleksi Membaca dan Menulis

Dikutip dari kemendagri.go.id bahwa Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal Dukcapil baru saja merilis data kependudukan Indonesia per tanggal 30 Desember 2021 adalah berjumlah 273.879.750 jiwa.

 

Kemudian berdasarkan laporan riset dari The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RICCS) yang bertajuk The Muslim 500 edisi 2022, Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.

 

Sayangnya dengan jumlah sumber daya manusia (SDM) yang sebesar itu ternyata tidak sejalan dengan tingkat literasi masyarakat Indonesia yang masih rendah.

 

Bagaimana tidak, merujuk dari data survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.

 

Padahal kemampuan literasi merupakan salah satu dari kompetensi inti pendidikan abad ke-21. Sebagaimana yang pernah ditegaskan oleh Bapak Anies Baswedan bahwa salah satu inti kompetensi pendidikan pada abad ke-21 adalah mengenai kompetensi literasi.

 

Sebagai negara yang begitu memperhatikan hak pendidikan bagi warganya – sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 31 UUD 1945 bahwa, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan,” – tingkat literasi masyarakat Indonesia ternyata masihlah jauh dari harapan.

 

Melihat fenomena ini, sepertinya umat Islam di Indonesia tidak memahami dengan baik mengenai seajrah peradaban Islam sendiri. Kebanyakan dari mereka tidak tahu bahwa salah satu pilar bangkitnya peradaban Islam adalah karena ltradisi literasi.

 

Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi tatkala melihat hal ini menegaskan bahwa masyarakat Islam Indonesia sedang terjangkit penyakit tuna baca dan pincang menulis. Hal ini sebagaimana yang juga dikeluhkan oleh sastrawan Indonesia, Taufik Ismail terhadap krisis literasi di negeri ini.

 

Tuna Baca dan Pincang Menulis

Penyakit tuna baca dan pincang menulis adalah keadaan dimana masyarakat Indonesia tidak bisa membaca (memiliki minat baca yang tinggi, namun tidak memiliki daya baca yang kuat) dan ketika diminta menuliskan mengenai apa saja yang telah di baca, mereka tidak mampu.

 

Padahal membaca dan menulis ini merupakan sebuah relasi yang sangat serasi dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Bahkan Prof. Hamid menyebutnya sebagai sebuah syariat akademik yang wajib bagi segenap akademisi yang ada.

 

Namun mengapa tingkat literasi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam masih jauh dari harapan? Padahal kalau kita melihat melalui kacamata negara maupun agama, tradisi literasi ini adalah hal yang sangat fundamental bagi bangsa Indonesia.

 

Pertama, melalui kacamata negara. Hal ini dapat kita lihat dari sektor pendidikannya – sebagai salah satu sektor terpenting dalam pilar pembangunan negara – yang meletakkan kompetensi literasi sebagai salah satu kompetensi inti pada pendidikan abad ke-21.

 

Kedua, melalui kacamata agama. Perlu kita tegaskan bahwa Islam adalah peradaban yang begitu menjunjung tinggi literasi. Hal ini bukan sebatas gurauan semata, namun kalau kita kembali membuka mata terhadap sejarah peradaban Islam, maka kita akan menemukan berbagai faktar kebenaran akan hal itu.

 

Piagam Madinah: Konstitusi Negara Tertulis Pertama

Sejarah membuktikkan bahwa Nabi Muhammad dalam kurun waktu sekitar 20 tahun telah mampu merubah sebuah bangsa yang awalnya tidak mengenal budaya menulis menjadi bangsa yang paling haus akan kepenulisan.

 

Hal ini kembali dipertegas dengan hasil riset yang dilakukan oleh Prof. Hamidullah (seorang pakar manuskrip kuno dari Perancis) mengenai sejarah peradaban literasi Islam. Beliau dalam risetnya sampai pada kesimpulan bahwa Piagam Madinah adalah first written constitution of the world.

 

Selain itu, Piagam Madinah ini sejatinya merupakan konstitusi negara tertulis yang mendahului Magna Charta di Inggris selama enam abad, bahkan mendahului konstitusi negara Amerika Serikat dan Perancis selama 12 abad.

 

Fakta ini adalah sebuah sejarah emas peradaban Islam di mana saat itu tidak ada satupun bangsa yang menuliskan konstitusi negaranya, kemudian umat Islam hadir untuk mengukirkan sebuah konstitusi negara tertulis pertama di dunia.

 

Tidak hanya berhenti di situ, semangat literasi ini benar-benar menjadi sebuah tradisi keilmuan yang kuat bagi generasi Salafus Shalih. Hal itu dapat dibuktikan dengan lahirnya banyak sekali karya-karya monumental yang masih bisa kita temui saat ini.

 

Sejarah-sejarah itu tentu lebih dari cukup untuk memberikan pesan pada kita bahwa peradaban Islam sangat menghargai budaya literasi. Jadi benar-benar aneh apabila masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam, namun begitu rendah tingkat literasinya.

 

 

 

 

Lantas,

Bagaimana denganmu yang sedang membaca tulisan ini sekarang “) ?

Tidak bosankah dengan penyakit tuna baca dan pincang menulis ini “) ?

Untukmu yang sedang membaca, kapan ambil peran untuk sebuah perubahan “) ?

 

Kembali kuingatkan “)

menulislah agar tulisanmu dibaca

membacalah agar tulisanmu lebih bermakna

membaca dan menulislah agar dirimu “bermanfaat” dalam sejarah perkembangan peradaban manusia

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *