barat
Pemikiran

Wajah Peradaban Barat #3

Artikel lanjutan Wajah peradaban #2

Oleh: Krisna Wijaya

 

Ketika kita berbicara mengenai sejarah Kekristenan, maka akan kita jumpai berbagai noda hitam sejarah yang mewarnai perkembangannya. Hal ini bukan sebatas tuduhan yang tidak memiliki dasar, namun sejarah telah membuktikan fakta kebenaran yang terjadi.

 

Pertama, Problem Sejarah Kristen

Bernard Lewis misalnya, menyatakan bahwa sejarah Kekristenan sejatinya banyak diwarnai dengan perpecahan (skisma) dan kekafiran (heresy), dan dengan konflik antar kelompok yang berujung pada peperangan. Bahkan menurut Diarmaid MacCulloch, seorang profesor di Universitas Oxford Inggris juga menegaskan bahwa tidak pernah ada dalam sejarah yang menyatakan bahwa Kristen bersatu dalam sebuah kesatuan.

 

Dilansir dari Live Science, terdapat lebih dari 2 miliar pemeluk agama Kristen yang dipisahkan ke dalam ribuan denominasi, Pantekosta, Presbiterian, Lutheran, Baptis, Apostolik, dll. Tidak hanya berhenti pada perpecahan internal aja, sejarah juga mencatat bahwa sejak zaman Konstantine telah terjadi konflik permusuhan antar Gereja.

 

Konflik-konflik yang berkepanjangan itu kemudian memunculkan persepsi baru di kalangan pemeluk Kristen bahwa kehidupan toleransi antar masyarakat hanya memungkinkan terjadi apabila kekuasaan Gereja dalam mengatur negara diminamalisir atau bahkan ditiadakan.

 

Sejarah Peradaban Barat

Barat yang terpusat di Eropa itu sebelum era Renaissance telah mengalami masa yang pahit, yang kemudian dis ebut sebagai Abad Pertengahan atau Abad Kegelapan (Dark Ages). Saat itu banyak terjadi peperangan, kelaparan di mana-mana, wabah pandemi, dan wabah Black Death pun juga terjadi di era itu.

 

Abad pertengahan ini berlangsung selama kurang lebih 1000 tahun lamanya di Eropa. Oleh karena itu, untuk lebih memudahkan dalam dalam pengkajian sejarah, periode ini kerap dibagi menjadi Awal Abad Pertengahan, Puncak Abad Pertengahan, dan Akhir Abad Pertengahan

 

Wills Mason West dalam bukunya A History of Europe menjelaskan bahwa awal mula Abad Pertengahan adalah ketika Imperium romawi Barat runtuh pada 476 Masehi dan mulai munculnya Gereja Kristen sebagai sebuah institusi yang dominan di masyarakat Barat kala itu.

 

Periode setelahnya adalah Puncak Abad Pertengahan yang di mulai pada awal abad ke-11. Pada masa-masa ini terjadi berbagai peristiwa yang penting seperti orang-orang Romawi yang saat itu lebih sibuk dengan urusan agama dan maslah ilmu pengetahuan kurang diperhatikan.

 

Memasuki abad ke-14 adalah periode Akhir Abad Pertengahan. Periode ini dapat diakatan merupakan periode yang paling sulit sulit bangi bangsa Eropa. Hal ini disebabkan karena pada periode ini, wabah Black Death terjadi dan hampi menelan 200 juta korban jiwa di Eropa dan Asia.

 

Sebelum masa Renaissance, masyarakat Barat merasa mengalami kematian ketika hidup di bawah cengkraman kekuasaan Gereja. Hal ini dikarenakan Gereja saat itu mengklaim sebagai institusi Wakil Tuhan yang memiliki otoritas mutlak dalam mengatur kehidupan manusia dan begitu semena-mena dalam melakukan hegemoni pada masyarakat kala itu dengan melakukan tindakan yang tidak manusiawi.

 

Besarnya otoritas Gereja kemudian melahirkan berbagai penyimpangan-penyimpangan yang  ada dalam tubuh Gereja. Wahyudi Djaja dalam karyanya Dari Eropa Kuno hingga Eropa Modern menjelaskan beberapa penyimpangan Gereja seperti adanya penyimpangan ajaran Kristen karena praktik jual beli surat pengampunan dosa, korupsi yang dilakukan oleh petinggi agama Kristen dan para Uskup, Gereja yang begitu bersifat otoriter, dll.

 

Berbagai penyimpangan-penyimpangan terjadi sebenarnya dalam rangka meluaskan pengaruh hegemoni Gereja yang  ingin memperoleh dan mempertahankan kekuatan politiknya. Setelah sebelumnya  tertindas di bawah Imperium Romawi, di akhir masa Kekaisaran Romawi, ketika institusi-institusi kenegaraan sedang mengalami kehancuran, gereja justru meraih kekautan dan pengaruhnya kala itu.

 

Hal itu disebabkan karena ketika Kekaisaran Romawi runtuh, institusi Gereja tetap memeprtahankan fungsi administrasinya untuk memberikan jawaban atas berbagai permasalahan-permasalahan yang menimpa masyarakat kala itu. Oleh karena sebab ini, pengaruh Gereja meluas dengan signifikan di seluruh dataran Eropa.

 

Marvin Perry dalam karyanya  Western Civilization: A Brief History menjelaskan bahwa kala itu saking kuatnya pengaruh Gereja terhadap masyarakat Eropa, tidak ada satu pun aspek kehidupan di Abad Pertengahan yang tidak tersentuh oleh Pengaruh Gereja.

 

Bahkan Eric O. Hanson dalam karyanya The Catholik Chruch in World Politics menggambarkan bahwa kekuasaan Gereja, meskipun tanpa tentara, mampu mengatur kekausaan Raja yang sangat besar kekuasaanya di Eropa. Hal ini ditunjukkan dengan kasus konflik antara Raja Gregory VII dengan Raja Henry N pada paruh abad ke-II.

 

Tidak hanya itu saja, para ilmuan-ilmuan pun juga dipaksa tunduk di bawah kebenaran Gereja. Alhasil semua penelitian-penelitian yang dilakukan oreh para ilmuan tidak boleh berseberangan dengan Gereja. Salah satu kasus menarik dapat menggambarkan keadaan ini adalah kasus Galileo Galilei yang dipaksa mengaku salah atas risetnya dan dipaksa tunduk pada kebenaran Gereja yang meyakini bahwa Bumi berperan sebagai pusat alam semesta, dan bukan Matahari.

 

Bersambung …

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *