unida
Catatan Pena

UNIDA Gontor, Perguruan Tinggi Terbaik? #1

Catatan Asa langkah perjuangan

Oleh: Krisna Wijaya

Sejak kedatanganku pertama kali di kampus ini, sesekali kudengar suara sumbang yang melemahkan langkah-langkah perjuangan para pejuang di dalamnya.

 

Sebagian dari mereka ada yang menyesal setelah masuk diterima di kampus ini, ada yang tidak menjaga kehormatan kampus tempat mereka berkembang, bahkan ada juga mereka yang kecewa dan mengajak orang lain untuk ikut kecewa bersama mereka.

 

Bagi kalian yang memendam luka terhadap kampus Darussalam dan sekaligus mengajak orang lain untuk ikut terluka, kutuliskan tulisan ini untuk setiap insan yang memendam duka.

Membahas mengenai perguruan tinggi terbaik, maka akan kita temukan berbagai macam versi standar terbaik yang beredar di tengah-tengah kita. Data dari Scimago Institutions Rangkings (SIR) misalnya, yang pada tahun 2022 telah merilis hasil risetnya mengenai rangking tingkat perguruan tinggi terbaik yang ada di Indonesia.

 

Riset yang dilakukan oleh SIR ini dengan mengklasifikasikan perguruan tinggi berdasarkan tiga indikator utama, yaitu hasil inovasi, kinerja penelitian, dan dampak sosial perguruan tinggi yang bersangkutan. Berikut adalah daftar 10 besar rangking perguruan tinggi terbaik di Indonesia versi SIR:

 

  1. Universitas Indonesia (UI)
  2. Universitas Gajah Mada (UGM)
  3. Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
  4. Universitas Sebelas Maret (UNS)
  5. Institut Pertanian Bogor (IPB)
  6. Universitas Sumatera Utara (USU)
  7. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
  8. Institut Teknologi Bandung (IPB)
  9. Universitas Hasanuddin (Unhas)
  10. Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS)

 

Dari data di atas, bahkan perguruan tinggi Islam negeri pun tampaknya tidak masuk dalam kriteria 10 besar, apalagi dengan perguruan tinggi Islam swasta? Oleh karena itu, kadang kita terjebak dan tidak mampu memaknai makna dari kata “terbaik” yang sesungguhnya.

 

Refleksi Perguruan Tinggi Terbaik

Ketika kita berbicara mengenai perguruan tinggi terbaik, maka terlebih dahulu kita harus mengingat akan sebuh tulisan cerdas yang pernah ditulis oleh Mantan Dirjen Pendidikan Tinggi, Prof. Dr. Satrio Soemantri Brodjonegoro. Dalam sebuah artikel berjudul Marginalisasi Perguruan Tinggi, beliau menuliskan bahwa,

 

“Sampai detik ini, pemahaman publik tentang fungsi perguruan tinggi negeri ternyata belum utuh dan masih salah kaprah. Kesalahan fatal ialah penempatan perguruan tinggi negeri sebagai unit pelaksana teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sementara perlakuan terhadap perguruan tinggi swasta sebagai unit usaha yayasan atau badan wakaf. Dengan kedudukan seperti itu, perguruan tinggi negeri (PTN) tidak lebih dari sebuah kantor jawatan, sementara perguruan tinggi swasta (PTS) tidak lebih dari unit usaha. Artinya, di sini terjadi marginalisasi fungsi perguruan tinggi dari yang seharusnya, yakni sebagai agen pembangunan bangsa melalui pengembangan ilmu pengetahuan bagi kemaslahatan manusia.”

 

Berkaitan mengenai hal ini juga, Dr. Adian Husaini berpendapat bahwa PTN sejatinya hanyalah institusi lanjutan yang formalitas sebagai lanjutan dari pendidikan tingkat SMA/SMK, sedangkan PTS hanya sebagai sebuah persekolahan tingkat tinggi yang menjadikan mahasiswanya sebagai sebuah komoditas semata.

 

Paradigma pendidikan tersebut apabila dipelihara dan dilestarikan, maka perguruan tinggi kita akan semakin jauh dari tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalam UU No 20/2003 tentang Sisdiknas dan UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menegaskan lagi mengenai tujuan pendidikan nasional adalah untuk membetuk manusia beriman, bertakawa, dan berakhlak mulia.

 

Kuharap, kita tidak terjebak dengan daftar rangking universitas yang tidak memasukkan unsur iman, takwa, dan akhlak sebagai indikator penilaiannya. Sebagai sebuah perguruan tinggi Islam, UNIDA Gontor harus berani memiliki kriteria sendiri dalam menentukan kampus terbaik.

 

Sebagaimana Dr. Adian Husaini yang meyakini bahwa UIKA Bogor adalah kampus terbaik di Bogor, begitu juga dengan UNIDA Gontor yang harus diyakini sebagai kampus terbaik di Jawa Timur. Hal ini dikarenakan kedua perguruan tinggi ini memiliki arah perjuangan yang hampir sama. Sama-sama mencitakan terbentuknya insan adabi yang mengemban visi Islamisasi.

 

Hormat dan kritis

Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud dalam karyanya Budaya Ilmu: Makna dan Manifestasi dalam Sejarah dan Masa Kini telah menjelaskan bahwa masyarakat yang berperadaban itu memiliki sikap hormat dan kritis di saat yang bersamaan dalam memandang ilmu pengetahuan.

 

Hal inilah yang akan menunjukkan apakah seseorang itu memiliki budaya ilmu atau tidak dalam dirinya. Kaitannya dengan UNIDA, menyikapi berbagai kebijakan yang terus berubah-ubah dalam rangka mencari titik idealnya, maka sikap yang harus kita tunjukkan sebagai mahasantri adalah dengan menghormati dan menjaga kehormatan kebijakan-kebijakan tersebut.

 

Baru kemudian diikuti dengan sikap kritis yang harus ada dalam diri mahasiswa sebagai seorang akademisi. Sikap ini mengharuskan kita untuk berpikir secara kritis agar tidak menerima segala sesuatu hal dan menilainya apabila hal itu bertentangan dengan norma-norma yang ada.

 

Kedua sikap inilah yang harus dihadirkan di lingkungan civitas akademika UNIDA Gontor. Masing-masing harus memiliki sisi refleksi atas dirinya sendiri.

 

Memang benar, ruang untuk bersua itu tetap harus diadakan agar sikap kritis mahasiswa tidak ditunjukkan dengan cara yang salah. Namun disamping sikap kritis, perlu disayangkan juga ketika mahasiswa mengabaikan asas nilai menghormati dan menjaga kehormatan sebagai bentuk manifestasi budaya ilmu sikap kritis seorang mahasiswa.

 

 

Ini adalah kampusku, UNIDA

Walau mahasiswanya tidak sebanyak mahasiswa kampus favorit di luar sana

 

Walaupun ruang sarana dan prasarananya lebih terbatas dan tidak semegah gedung-gedung pencakar langit kampus favorit di luar sana. Namun UNIDA tetap berjalan ke depan untuk berusaha mengisi kehampahan wajah perguruan tinggi di Indonesia.

 

Teringat akan nasihat al-Ustadz Dr. Khoirul Umam mengenai perjuangan Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSIST) di awal-awal perjuangannya. Sebelum memiliki banyak sumber daya yang mendukung dan mampu memberikan dampak manfaat yang besar kepada umat, dahulu INSISTS-pun tidak memiliki ruang dan begitu terbatas sumber daya di dalamnya.

 

Namun dengan keterbatasan itu tidak menjadi penghalang untuk terus bergerak demi memberikan dampak manfaat terbaik kepada umat. Alhasil, lihatlah keadaan INSISTS saat ini.

 

Ini juga yang saat ini dialami UNIDA apabila dibanding-bandingkan dengan perguruan tinggi favorit di luar sana. UNIDA saat ini sedang berusaha menjadi figur perguruan tinggi yang ideal di mana saat ini wajah perguruan tinggi di Indonesia hampa akan nilai spiritualitas di dalamnya..

 

Itulah budaya ilmu yang seyogyanya ada dalam diri mahasantri.

Bersikap hormat menghargai, namun tetap berpikir kritis.

Pikiran kritis saja tidaklah cukup, kalau tidak ada upaya menjaga kehormatan kampus di dalamnya “)

 

Maka dari itu …

Kumohon …

Jangan menjadi sampah-sampah peradaban yang mengotori jalan perjuangan UNIDA “)

 

Ingat

Al-Ustadz Felix Siauw pernah mengingatkan ketika umat Islam banyak melakukan kesalahan, maka bukan berarti ajarannya yang harus disalahkan, namun orang-orang yang mengaku berimanlah yang patut disalahkan.

 

Prof. Ahmad Zahro pun juga mengingatkan ketika warga NU banyak melakukan kesalahan, maka bukan berarti NU-lah yang harus disalahkan, namun orang-orang yang mewarisi estafet perjangan NU-lah yang patut disalahkan.

 

Begitu juga dengan kampus Darussalam ini, Ketika kampus ini memperlihatkan berbagai kekurangan di dalamnya, maka bukan berarti kampus adalah subjek dari berbagai kesalahan yang terjadi, namun segenap civitas akademika di dalamnyalah yang harus saling berefleksi.

 

Bersambung …

 

#Pict by Atmansaputra

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *