
Perguruan Tinggi Terbaik Itu Adalah …
Lanjutan artikel UNIDA Gontor, Perguruan tinggi terbaik #1
Oleh: Krisna Wijaya
Kembali mengingatkan agar kita tidak terjebak dengan daftar rangking perguruan tinggi yang tidak memasukkan unsur iman, takwa, dan akhlak sebagai indikator penilaiannya. Sebagai sebuah perguruan tinggi Islam, UNIDA Gontor harus berani memiliki kriteria sendiri dalam menentukan kampus terbaik.
Sebagaimana Dr. Adian Husaini yang meyakini bahwa UIKA Bogor adalah kampus terbaik di Bogor, begitu juga dengan UNIDA Gontor yang harus diyakini sebagai kampus terbaik di Jawa Timur. Hal ini dikarenakan kedua perguruan tinggi ini memiliki arah perjuangan yang hampir sama. Sama-sama mencitakan terbentuknya insan adabi yang mengemban visi Islamisasi
Standar Terbaik
Peringatan yang disampaikan oleh Prof. Satrio mengenai marginalisasi perguruan tinggi itu harus kita perhatikan dengan seksama. Karena tidak sedikit dari masyarakat kita yang notabenenya beragama Islam, namun masih terjebak dengan standar “terbaik” yang jauh akan corak keislaman.
Teringat akan peringatan Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas dalam karyanya Islam and Secularism mengenai permasalahan universitas modern saat ini. Beliau menjealaskan bahwa universitas modern adalah simbol manusia dalam keadaan zalim. Hal ini disebabkan karena universitas modern berkiblat kepada peradaban Barat.
“The modern university is the epitome of man in a condition of zulm.” Indikasi zalim ini disebabkan karena konsep pendidikan berbasis adab tidak diterapkan di universitas-universitas tersebut. Alhasil, akan kita jumpai berbagai hal yang tidak diletakkan dan didudukkan sesuai dengan tempatnya.
Penerapan pendidikan berbasis adab ini menjadi keharusan agar sebuah institusi pendidikan tingkat perguruan tinggi mampu melahirkan insan adabi di tengah-tengar arus hegemoni ilmu pengetahuan kontemporer dari Barat.
Permasalahan mengenai ilmu pengetahuan ini begitu penting untuk kita perhatikan bersama di era modern saat ini. Hal ini dikarenakan ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh kebanyakan universitas-universitas modern saat ini ternyata tidak sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan.
Tidak bosan-bosannya kita mengingat kembali mengenai tujuan pendidikan nasional dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3 yang berbunyi,
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
Bahkan dalam pasal 31 Ayat 5 juga menegaskan,
“Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Tujuan pendidikan yang itu berorientasi meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia seyogyanya menjadi indikator penilaian tertinggi di mana sebuah perguruan tinggi dikatakan baik atau tidak.
Artinya, semakin tinggi orientasi dan usaha pendidikan yang dilakukan oleh perguruan tinggi dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia mahasiswanya, maka semakian baik nilai perguruan tinggi tersebut.
Alhasil, kita akan sepakat bahwa perguruan tinggi terbaik itu adalah perguruan yang proses pendidikanya mampu melahirkan insan adabi yang mencerminkan tingginya iman, takwa, dan akhlak mulia yang baik dalam kehidupannya.
Tidak sadarkah kita kalau saat ini sedang terbuai dengan standar “perguruan terbaik” yang hanya dijabarkan dengan data-data statistik semata dan berputar-putar pada aspek duniawi semata? apakah data-data tersebut mampu menjabarkan hakikat “perguruan tinggi terbaik” secara holistik?
Darrel Huff dalam karyanya Berbohong dengan Statistik telah menguraikan bahwa statistik merupakan salah satu alat yang kuat untuk berbohong. Lebih filosofisnya lagi, al-Ustadz Yongki Suyoto pernah menjelaskan bahwa disiplin ilmu matematika itu diciptakan sebenarnya dalam rangka membaca realitas alam yang terjadi.
Sayangnya kita tidak menyadari bahwa tidak semua realitas fenomena yang terjadi di sekitar kita mampu dibaca dan dijelaskan melalui data angka-angka. Terlebih kita seperti dipaksa setuju dengan hasil data riset yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang memiliki otoritas terkait mengenai rangking perguruan tinggi terbaik.
Lembaga-lembaga tersebut misalnya Quacquarelli Symonds World University Rangking (QS WUR), UniRank, Scimago Institutions Rangkings (SIR), Webometrics Rangking of World Universities, dll., yang melakukan riset dan memberikan data mengenai rangking perguruan tinggi terbaik di Indonesia.
Dari semua lembaga-lembaga riset di atas, sangat disayangkan ketika indikator-indikator yang digunakan untuk menilai sebuah perguruan tinggi ternyata tidak berlandaskan pada asas tujuan pendidikan nasional, yaitu mengenai keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia.
Seharusnya sebuah perguruan tinggi dapat dikatakan sebagai perguruan tinggi terbaik apabila hasil uji berdasarkan indikator yang mengacu pada asas keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menunjukkan hasil yang baik pula. Tentu di samping indikator-indikator lainnya yang berisfat umum.
Artinya, sisi intelektual dan spiritual itu harus dipadukan dalam menjadi indikator penilaian rangking perguruan tinggi di Indonesia. Ingatlah kembali keluhan Dr. David Thomas mengenai, “Apalah arti Athena tanpa Jerusalem.”
Kaitannya mengenai perguruan tinggi, apa artinya sebuah perguruan tinggi yang memiliki segudang prestasi yang dimilikinya, namun tidak menjadikan aspek spiritualitas sebagai pilar pendidikan di institusi tersebut, bahkan terang-terangan meniadakan peran agama dalam proses pembelajarannya.
You May Also Like

UNIDA Gontor: Lanskap Lengkap Pembinaan Holistik Universitas Pesantren Yang Unik
July 8, 2022
Satu Bahagia Bersama Ibu: Lahir!
November 29, 2023