adab
Catatan Pena

Literasi Berkeadaban: Belajar Dari Dr. Adian Husaini

Oleh: Krisna Wijaya

 

Rabu, 08 Juni 2022 merupakan salah satu hari yang bermakna karena kudapat menghadiri kuliah pagi bersama Dr. Adian Husaini yang membahas mengenai Liberalisme dan Pemikiran Islam di CIOS UNIDA Gontor.

 

Momen itu merupakan sebuah kesempatan yang datang tidak terduga-duga dalam hidupku. Beberapa tahun ke depan, memang sudah kurencanakan untuk berkunjung dan bersua di pesantren beliau untuk berbincang-bincang mengenai pendidikan di Indonesia, namun ternyata langit menakdirkan pertemuan itu terwujud lebih cepat dari perencanaan awal.

 

Pertemuan pertamaku dengan beliau adalah ketika mengikuti bedah buku karya beliau yang berjudul Pendidikan Islam: Menuju Generasi Gemilang Menuju Negara Adidaya 2045 di Yogyakarta beberapa tahun yang lalu, langsung bersama beliau sendiri selaku penulisnya. Pertemuan yang singkat, namun penuh akan makna di dalamnya.

 

Hingga kemudian pada hari Rabu (08-16-2022) kemarin merupakan pertemuan keduaku dengan beliau dalam sebuah sesi kuliah pagi yang membahas mengenai pemikiran Islam. Dr. Adian merupakan salah seorang cendekiawan Islam yang begitu produktif dalam kesehariannya.

 

Di umurnya yang menginjak angka 56, beliau masih begitu produktif dengan melahirkan berbagai karya tulis yang bermanfaat bagi umat. Beliau bahkan membuat program Pojok 1000 Artikel, sebuah program di mana beliau menulis satu artikel setiap harinya di web beliau.

 

Dari beliau, kubelajar banyak hal, termasuk salah satunya adalah mengenai literasi kepenulisan. Beliau tidak hanya menekankan untuk membangun budaya literasi secara umum saja, namun literasi itu beliau sempurnakan dengan istilah “literasi yang beradab”. Sebuah istilah yang jarang atau bahkan belum pernah kita dengar sebelumnya.

 

adab

Literasi Beradab

Istilah yang beliau tawarkan ini termasuk istilah yang unik sekaligus jarang kita dengar di tengah-tengah kehidupan kita. Biasanya yang sering kita dengar sekedar seperti literasi digital, ekonomi, teknologi, dll. Istilah literasi berkeadaban ini tentunya menunjukkan kepada kita bahwa ada sebuah konsep besar yang hendak beliau sampaikan melalui pemilihan kata ini.

 

Perlu kita tegaskan bahwa ada sebuah alasan besar di balik penyandingan kata “literasi” dengan “adab” ini. Kalau hanya sekedar berliterasi, mereka para orientalis pun juga bisa berliterasi dan menghasilkan karya yang tidak kalah dari cendikiawan Islam. Lantas, apa perbedaan kegiatan literasi kita dengan literasi mereka para orintalis?

 

Di titik inilah, Dr. Adian berusaha memperjelas dan membatasi kedua hal tersebut. Output dari kegiatan literasi beradab ini – walaupun makna literasi itu luas, namun salah satu tujuan yang hendak dicapainya adalah menghasilkan sebuah karya dari kegiatan membaca dan mengolah berbagai informasi yang didapatkan – adalah untuk menghasilkan sebuah karya yang adil dan beradab.

 

Karena di luar sana benar-benar ada sebuah karya yang dihasilkan oleh mereka bergelar S3 atau bahkan berstatus guru besar, namun karyanya merusak dan menyesatkan akidah umat Islam. Karya seperti itu sejatinya dihasilkan karena konsep adab tidak dijadikan pondasi dasar dalam kegiatan berliterasi mereka.

 

Karya Berkeadaban

Karya yang beradab mustahil dihasilkan kecuali dengan cara yang beradab pula. Di sinilah Dr. Adian jabarkan bahwa istilah ‘berkeadaban’ itu berasal dari akar kata ’adab’ yang oleh Prof. al-Attas jabarkan dalam konteks kontemporer sebagai, “Recognition, and acknowledge of the reality that knowledge and being ara ordered hierarchically according to their various gradees of rank, and of one’s proper place in relation to that reality and   to one’s physical, intellectual, and spiritual capacities and potential.”

 

Recognition yang dimaksud adalah mengenai ilmu. Untuk menjadj seorang insan yang beradab, maka dibutuhkan ilmu untuk memahami bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini diciptakan dalam keadaan yang berbeda, baik secara fisik, intelektual, maupun spiritual.

 

Kepemahaman seseorang mengenai kedudukan dan tingkatan dari segala yang wujud di alam semesta akan mengarah pada manifestasi sikap adab dalam diri orang tersebut. Sebaliknya, ketidaktahuan seseorang akan kedudukan dan tingkatan itu akan berujung pada sikap dan pilihan yang salah dalam menempatkan segala sesuatu hal yang wujud di dunia ini.

 

Konsep adab ini harus di dipahami terlebih dahulu sebelum seseorang terjun ke dalam dunia literasi. Tanpa basic adab, maka setiap karya yang dilahirkan akan memiliki potensi yang besar untuk menjadi sebuah karya yang tidak beradab.

 

Kalau konsep adab ini tidak diperhatikan dengan seksama, maka akan muncul kembali akademisi-akademisi menciptakan sebuah karya yang itu tidak adil dan beradab. Kita sudah dapati seperti seorang calon kandidat Doktor yang membuat disertasi menghalalkan zina, mendukung LGBT, feminisme, dll. Fenomena-fenomena ini merupakan bukti nyata bahwa tanpa nilai adab, maka literasi akan membuahkan karya yang tidak adil dan beradab.

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *