
Circle Kebaikan dan Penyemai Peradaban
Oleh: Krisna Wijaya
Mantan Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Darussalam Gontor periode 2021-2022, Sayyid Alamsyah pernah mengatakan bahwa konsep UKM itu bukanlah seperti konsep sebuah mesin cuci, yang ketika kita memasukkan baju kotor, maka tiba-tiba akan keluar menjadi baju bersih.
Konsep seperti itu bukanlah konsep sebuah UKM yang sebenarnya. Konsep mengenai UKM ini sebenarnya juga berlaku pada sebuah universitas. Di universitas manapun, Tidak ada satupun universitas yang mampu menjamin kepastian baiknya kompetensi dari lulusan-lulusannya. Karena kepastian hal itu bukanlah ditentukan oleh univerasitas yang bersangkutan, namun mahasiswanyalah yang akan menentukan kualitasnya kompetensinya sendiri.
Semua membutuhkan perjuangan dan sebuah proses. Tidak ada keberhasilan yang didapatkan secara instan di dunia ini. bahkan mie instan pun juga perlu perjuangan untuk bisa menikmatinya.
Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi dalam momen pembukaan Ujian Tengah/Akhir Semester sering menyampaikan bahwa, “Apa yang anda lakukan hari ini adalah bagian dari akumulasi yang akan anda peroleh di akhir nanti.” Hal ini tentunya menjelaskan kepada kita bahwa akumulasi keberhasilan kita di masa depan itu akan ditentukan oleh aktivitas-aktivitas harian yang kita lakukan sehari-hari.
Penyataan itu kembali dipertegas oleh beliau ketika berkunjung ke Istanbul Turki beberapa waktu yang lalu. Kala itu, beliau menegaskan bahwa berhasil atau tidaknya pendidikan S1 seorang mahasiswa, maka itu akan ditentukan oleh studying habits dan living habits-nya ketika menjalani kehidupan perkuliahan.
Tidak ingatkah kita dengan perkataan seorang Perdana Menteri perempuan pertama Inggris, Margaret Thatcher yang pernah mengatakan, “Watch your thoughts for they become your words, watch your words for they become your actions, watch your actions for they become your habits, watch your habits for they become your character, and watch your character for they will make your destiny.”
Jangan salahkan mereka yang setiap hari melihat, mendengar, dan melantunkan Al-Qur’an setiap hari dalam hidupnya. Sampai-sampai hal itu menjadi habits dan karakter hidup mereka. Alhasil, takdir mereka menjadi hafidz dan hafidzah.
Jangan salahkan mereka para mahasiswa yang setiap hari disibukkan dengan kegiatan membaca, menulis, dan berdiskusi. Sampai-sampai kegiatan itu menjadi habits dan karakter hidup mereka mereka. Alhasil, takdir mereka menjadi akademisi kritis dan solutif dalam membawa perubahan kebaikan bagi bangsa dan negara.
Pernahkah kita berpikir mengenai penyebab keberadaan mahasiswa yang berprestasi dan mahasiswa yang bermasalah? Mengapa ada mahasiswa yang bisa meraih banyak prestasi dan di saat yang bersamaan juga ada mahasiswa yang justru meraih banyak masalah? Padahal mereka hidup di lingkungan kampus yang sama, makan dengan lauk yang sama, dan bahkan tidur di kamar yang sama.
Perbedaan mendasar yang membedakan kedua mahasiswa tersebut sejatinya terletak pada living habits yang mereka jalani sehari-harinya. Living habits itulah yang akan menghantarkan seseorang kepada masa depannya. Baik buruknya masa depan seseorang akan ditentukan dari kualitas living habits yang dijalaninya.
Sama-sama 24 Jam
Semua orang yang berakal di muka bumi ini tentunya sepakat bahwa masing-masing dari kita diberikan waktu yang sama dalam sehari, yaitu 24 jam dalam sehari. Lantas, mengapa kita yang diberi kesamaan waktu dalam satu hari ini memiliki hasil output yang berbeda-beda?
Mengapa Muhammad bin Idris bisa dikenal sebagai Imam as-Syafi’ie dan mengukirkan karya fenomenal al-Umm? Mengapa Abdullah Muhammad bin Ismail bisa dikenal sebagai Imam al-Bukhori dapat mengukirkan karya fenomenal Shahih al-Bukhari? Mengapa beliau-beliau ini bisa menjadi sosok yang besar, sedangkan kita masih menjadi insan yang biasa?
Pembatas utama perbedaan itu adalah terletak pada kualitas living habits yang kita miliki masing-masing. Lantas, bagaimana kualitas living habits yang kita jalani selama ini? Apakah kita masih menyia-nyiakan segala kesempatan waktu yang telah diberikan? Apakah kita masih betah berada di zona nyaman masing-masing? Apakah kita hanya mendamba menjadi actor cadangan saja dalam hidup ini?
Ingat kawan, tidak ada pelaut handal yang lahir dari lautan yang tenang. Kuliah itu adalah masa di mana kita berdarah-darah dalam sebuah proses perjuangan. Ingatlah bahwa Prof. Hamid juga sering menyampaikan bahwa, “Masa S1 itu adalah masa yang berdarah-darah dalam sebuah perjuangan mahasiswa.”
Oleh karena itu, selagi belum terlambat untuk mengambil pilihan untuk sebuah perubahan, mari kita maksimalkan waktu dan kesempatan yang ada dengan mengkualitaskan living habits yang kita miliki. Hal ini perlu dilakukan karena tugas kita bukan hanya sekedar menjadi lulusan UNIDA yang menggengam gelar sarjana semata, namun sebagai mundzirul qoum dan penyemai peradaban di bumi pertiwi.
Jadi jangan sibukkan dirimu pada hal yang kurang bermanfaat ya 😉
Maksimalkan potensimu untuk berprestasi dan jadikanlah prestasi itu sebagai potensi kebermafaatan yang bisa kamu berikan pada orang lain 😉
#Artikel ini juga diterbitkan dalam Buletin Mata Air GoresanIlmu Vol.1 No.4
Bagi kamu yang ingin bergabung menulis, maka hubungi kontak di bawah ini ya 😉
WA : 0895421743353
E-mail : Krisnawijaya276@gmail.com
krisnana
Junior Researcher at Center for Islamic and Occidental Studies (CIOS) University of Darussalam Gontor

Disiplin dan Kasih Sayang

Sajak Api Perjuangan
You May Also Like

Adab dan Pendidikan
April 1, 2022
Pendidikan Finlandia: Sebuah Refleksi #2
February 16, 2022