Universitas Berbasis Pesantren
Oleh: Krisna Wijaya
Membahas mengenai pendidikan pesantren, mungkin banyak dari kita yang berpikiran bahwa pesantren hanya sebatas sebuah institusi pendidikan dalam tingkat jenjang SD-SMA. Pada faktanya, konsep pesantren ini ternyata sudah diterapkan bahkan dalam tataran perguruan tinggi sekalipun.
Di sinilah penulis akan mencoba menguraikan sedikit pembahasan mengenai konsep perguruan tinggi berbasis pesantren yang ternyata sangat berperan penting dan relevan dengan berbagai konsep yang telah diuraikan oleh pakar-pakar pendidikan yang ada, salah satunya adalah oleh Prof. Naquib al-Attas.
Universitas Bersistem Pesantren
Prof. Dr. Mukti Ali pernah menegaskan bahwa sistem pendidikan Islam yang paling efektif di era modern saat ini adalah model pendidikan madrasah yang diasramakan. Konsep berbasis asrama ini dianggap penting karena menimbang tantangan dunia modern saat ini yang sangat menghegemoni kehidupan generasi muda bangsa kita.
Serupa dengan pernyataan Prof. Mukti Ali, dalam tataran perguruan tinggi, Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi juga berpendapat bahwa keidealan sebuah sistem pendidikan dalam tataran perguruan tinggi adalah model universitas yang bersistem asrama.
Hal ini bukan sebatas sebuah opini tanpa dasar konsep semata, namun universitas berbasis pesantren ini sebenarnya merupakan konsep yang penuh akan dasar-dasar nilai yang melekat di dalamnya.
Salah satu bagian dari sistem universitas berbasis pesantren yang akan kita uraikan kali ini adalah mengenai konsep boarding school (asrama) sebuah universitas. Penerapan konsep asrama dalam tingkat perguruan tinggi ini ternyata sangat berkaitan erat dengan pengaplikasian konsep pendidikan yang digagas oleh Prof. al-Attas.
Direktur Ponpes at-Taqwa, Depok, Dr. Muhammad Ardiansyah dalam disertasinya yang berjudul Konsep Adab Syed Muhammad Naquib al-Attas Dan Aplikasinya Di Perguruan Tinggi telah menguraikan panjang lebar mengenai pengaplikasian konsep adab Prof. al-Attas dalam institusi perguruan tinggi.
Disertasi Dr. Ardiansyah ini sebenarnya kembali menguatkan mengenai gagasan Prof. al-Attas mengenai konsep ta’dib dan penerapannya dalam institusi perguruan tinggi. Kenapa perguruan tinggi? Prof. al-Attas dan Prof Wan Daud dalam berbagai kesempatan telah mengingatkan mengenai pentingnya pembenahan pendidikan dalam tataran perguruan tinggi.
Lantas, kenapa di mulai dari perguruan tinggi? Hal ini dikarenakan apabila ada kekeliruan dan kerancauan ilmu di tahap pendidikan perguruan tinggi, maka akan berpotensi melahirkan sarjana-sarjanawan yang rancu ilmunya dan akan menerapkan keilmuannya di taraf pendidikan di bawahnya.
Maka tidak heran apabila berbagai permasalahan masih terus menerus datang silih berganti menyapa ibu pertiwi saat ini. Pendidikan memang tidak diragukan lagi telah mencetak berbagai orang-orang pintar, namun ternyata pendidikan tidak memberi jaminan bahwa kepintaran itu akan mengarah kepada sebuah kebenaran.
Dr. Ardiansyah melalui disertasinya telah menjelaskan bahwa konsep boarding school di mana mahasiswa dan dosen hidup dalam lingkungan yang sama selama 24 jam setiap harinya ini sangat berperan penting dalam memaksimalkan peran seorang dosen sebagai seorang muaddib bagi kehidupan mahasiswa.
Demi mencetak mahasiswa yang tidak hanya pintar dalam urusan akademik semata, namun juga masih religius di saat yang bersamaan. Oleh karena itu, Prof. Hamid sering menegaskan ketika masa-masa ujian bahwa IPK saja tidaklah cukup bagi seorang mahasiswa.
Dari sini akan terbentuk sebuah ekosistem kebaikan yang menempatkan dosen tidak hanya berperan menyampaikan informasi pembelajaran sebatas di dalam kelas saja, namun menempatkan dosen sebagai seorang muaddib yang mendidik dan menumbuhkan adab mahasiswanya selama 24 jam setiap harinya.
Hal ini bahkan juga dipertegas oleh Prof. Hamid sendiri ketika mengisi seminar pendidikan di Jogja beberapa waktu yang lalu. Beliau menegaskan bahwa, “Di UNIDA kita tidak belajar mengenai adab, namun di UNIDA kita hidup bersama adab.”
Pernyataan Prof. Hamid ini telah menjelaskan dengan tegas bahwa konsep adab sejatinya telah diaplikasikan secara komprehensif di kurikulum UNIDA Gontor. Kemudian salah satu bentuk pengaplikasiannya dalam pendidikan taraf perguruan tinggi telah ditunjukkan oleh UNIDA dengan sistem boarding school yang telah dijalankannya selama ini.
Membahas mengenai sistem boarding school di UNIDA sendiri, hal ini tentu memiliki perbedaan apabila dibandingkan dengan sistem asrama yang juga dicoba diterapkan di uiversitas-universitas di luar sana.
Sistem asrama yang diterapkan oleh universitas di luar sana masih belum maksimal dalam penerapannya. Bahkan sistem asrama itu hanya berfungsi seperti rusun penginapan saja bagi mahasiswa. Tidak ada aturan dan kedisiplinan yang ditumbuhkan di dalamnya.
Sebagain universitas barangkali memang telah mendesain sedemikian rupa sistem asramanya, sehingga nilai-nilai dan norma kedisiplinan itu bisa tumbuh di dalamnya, namun ternyata didapati bahwa sistem asrama ini terbatas pada sebagian mahasiswa saja dan tidak mampu menjangkau kelesuruhan mahasiswa yang ada di universitas tersebut.
Di sinilah letak perbedaan sistem boarding school UNIDA Gontor dengan sistem asrama di universitas yang lainnya. Keholistikan di UNIDA Gontor ini merupakan bentuk upaya pengaplikasian konsep adab secara menyeluruh dalam kurikulum pendidikannya.
Walaupun tidak bisa dipungkiri juga bahwa sistem holistik ini masih menemui berbagai kekurangan di dalamnya. Namun perlahan dan pasti, UNIDA Gontor berusaha menjadi role model sebuah perguruan tinggi ideal di dunia pendidikan Indonesia.
Baca juga bencana nasional