wonderland
Ruang Opini

Wonderland Indonesia di Ujung Utopia

Oleh: Krisna Wijaya

 

Lihatlah, sebuah negeri damai nan ideal yang disebut utopia itu melambai-lambai kepada bumi pertiwi saat ini. Indonesia yang dikatakan sebagai negeri wonderland karena keajaiban di dalamnya ini seakan-akan hanya berada dalam dimensi yang bernama utopia semata.

 

Sebuah dunia ideal yang terbangun berdasarkan pilar-pilar imajinasi itu ternyata hanya bisa dibangun di bawah lelapnya tidur sang pangeran. Namun ketika sang pangeran terbangun, maka akan didapati bahwa semua itu merupakan kisah dongeng pengantar tidur sang pangeran di malam hari.

Negeri Yang Suci

Setiap hari Senin, negeri ini memiliki sebuah tradisi suci untuk menyelenggarakan upacara bendera sebagai bentuk penghormatan sekaligus refleksi akan jasa para pahlawan yang telah berjasa memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini.

 

Di tengah-tengah rentetan kegiatan tradisi suci tersebut, kita pasti akan mendengar saat-saat di mana pembina upacara dan seluruh peserta upacara menggelorakan sila pertama dalam Pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia”.

 

Teks Pancasila tersebut dibaca bukan sebagai sebuah formalitas akademik semata, namun sebuah ikrar suci mengenai kesaksian dan tanggung jawab para penerus generasi bangsa untuk menjaga persatuan yang telah diperjuangkan selama ini.

 

Sayangnya persatuan yang diperjuangkan oleh para mujahid-mujahid proklamator bangsa harus tergores usahanya oleh kelakuan para generasi muda yang buta akan sejarah dan nilai-nilai perjuangan. Semua itu pada akhirnya akan mengarah pada sebuah kesimpulan, bahwa terbukti  tradisi suci upacara bendera ternyata sebatas formalitas akademik semata.

Wonderland: Bangsa Yang Terpecah

Sabtu, 01 Oktober 2022, bumi pertiwi sedang menanggung luka dan duka yang mendalam atas tragedi yang menimpa suporter Persebaya Surabaya dan Arema Malang. Kericuhan yang terjadi kala itu telah merenggut lebih dari 130 korban jiwa (laporan lama) yang tidak pantas untuk dikorbankan jiwa raganya.

 

Dunia, terkhusus tanah air kita tidak pernah menyangka bahwa perpecahan yang berujung merenggut korban jiwa itu dilakukan oleh antar sesama putra daerah kebanggaan kita. Mereka adalah para penerus kebanggaan daerah yang diimpi-impikan membangun pilar-pilar bangsa menuju kesuksesan di masa depan kelak. Namun mengapa mereka berbuat sedemikian rupa karena kekalahan sebuah sebuah pertandingan olahraga?

 

Kemana perginya nilai-nilai “Persatuan Indonesia” yang selama puluhan tahun diucapkan ketika momentum suci upacara bendera setiap hari Senin? Apakah itu hanya sebatas buah bibir bagian dari formalitas akademik semata?

 

Dr. Adian Husaini dalam tulisan terbarunya yang berjudul Tragedi Sepak Bola Di Malang: Introspeksi Total Sampai Ke Jiwa Bangsa Kita menegaskan bahwa tragedi ini benar-benar mencerminkan keadaan jiwa bangsa kita saat ini.

 

Bangsa kita seolah-olah memang terasa bersatu dalam falsafah Bhineka Tunggal Ika, namun persatuan itu seperti hanya berlaku dalam negeri utopia di bawah mimpi-mimpi masyarakat Indonesia saja.

 

Kasus Sambo, pembunuhan, perceraian, korupsi, dan terbaru ini kasus tragedi antar suporter sepak bola terjadi berturut-turut menghiasi layar kaca tanah air kita. Semua permasalahan itu seakan-akan memberi bukti nyata mengenai keadaan sila persatuan Indonesia di tanah air kita yang jauh dari kata baik-baik saja.

Wonderland: Bangsa Yang Terpecah

Pertandingan itu tidak perlu sampai mempertaruhkan nyawa kan? Kalah hari ini masih bisa bertanding lagi di keesokan hari. Namun meninggal hari ini tidak akan ada lagi kata nanti di keesokan hari.

 

Siapa yang harus disalahkan? Hal ini sejatinya terjadi karena kompleksitas permasalahan yang berlapis-lapis di tanah air kita. Tidak cukup rasanya para oknum di kalangan suporter, pihak keamanan menambah runyam keadaan yang terjadi di sana dengan menembakkan gas air mata ke arah para suporter.

Korban Meninggal | Awsimages

Banyak pertanyaan yang ditanyakan nitizen di tanah air. Mengapa suporter harus turun ke lapangan? Menganap polisi menggunakan gas air mata dan bukan semprotan air? Mengapa dan berbagai pertanyaan lainnya yang ditanyakan.

 

Seakan-akan langit ingin menunjukkan kepada dunia bahwa wonderland Indonesia sebatas dalam dunia utopia semata. Seakan-akan semesta ingin membuka tabir kebenaran pada dunia mengenai kondisi Indonesia yang jauh dari kata baik-baik saja.

Luka

Ilustrasi Korban | Promediateknologi

“Ayah, ini dimana ayah ?”

 

“Ini tribun baru kita nak, lebih indah dari Kanjuruhan tadi, perihnya gas air mata sudah tak terasa, sesaknya dada kita pun sudah tak ada, maafkan ayahmu nak bawa kamu kesini, kita tunggu ibumu disini yaa,” tulis pengunggah ilustrasi di media sosial ini.

 

Tidak ada yang bersenang hati karena tragedi ini kecuali mereka yang mendambakan perpecahan. Tidak ada yang bersyukur suka cita atas terjadinya tragedi ini kecuali mereka yang tidak punya hati lagi.

 

 

Baca juga refleksi diri

 

 

Lihat juga:

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *