adab
Pemikiran

Corak Penyemaian Adab di UNIDA Gontor

Selain menggagas mengenai konsep islamisasi ilmu, Prof. al-Attas juga memformulasikan konsep ini ke dalam dunia pendidikan sebagai bentuk upaya merespon hegemoni peradaban Barat. Beliau kemudian menggagas konsep pendidikan berbasis adab (tadib) sebagai solusi utama dalam mengatasi berbagai permasalahan yang hinggap dalam tubuh umat Islam.

 

Prof. al-Attas mendefinisikan ta’dib sebagai, “… a discipline of body, soul and spirit as well, namely a discipline that confirms the recognition and recognition of the right place in relation to physical abilities and potential, intellectuals and spirituality, recognition and recognition of the fact that knowledge and form are arranged hierarchically according to various levels (marātib) and degrees. In adab will be reflected justice and wisdom (wisdom). Adab includes material and spirituallife. Adab also contains invitations to banquets that bring spiritual pleasure, adab involves discipline of mind and soul, right actions and aspects of honor. Adab’s emphasis includes charity and knowledge so as to combine science and charity and manners harmoniously, from these three harmonizations giving birth to ta‟dibas the terminology of Islamic education.”[1]

 

Selain menggagas konsep pendidikan berbasis adab ini, Prof. al-Attas juga mengaplikasikan konsep ini di institusi pendidikan yang didirikannya, yaitu ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization).

 

Konsep adab ini kemudian diadopsi oleh murid-murid beliau yang tersebar di seluruh penjuru dunia, termasuk salah satunya adalah Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi. Di sinilah Prof. Hamid benar-benar berusaha mengaplikasikan konsep adab ini ke dalam setiap nafas kurikulum pendidikan di UNIDA Gontor.

 

 

Adab di UNIDA Gontor

Dalam hal kurikulum pelajaran misalnya, konsep adab ini telah termanifestasikan dalam bentuk mata kuliah fardhu ain yang wajib diambil oleh seluruh mahasiswa dari prodi umum ataupun agama sebagai bekal dasar akademiknya. Mata kuliah tersebut seperti Islamic Worldview, Al-Qur’an dan Hadist, Filsafat Ilmu, Sejarah, Bahasa Arab dan Inggris.[2]

 

Dengan adanya mata kuliah wajib yang diajarkan ini, maka setiap mahasiswa akan memiliki bekal yang cukup untuk survive di tengah-tengah arus hegemoni ilmu pengetahuan peradaban Barat.

 

Lulusan-lulusan yang dihasilkan nantinya juga bukan sebatas mahasiswa yang cerdas dalam hal intelektual semata, namun juga sebagai mahasiswa yang benar dengan berdasarkan Islamic worldview sebagai pandangan kehidupannya.

 

Alhasil, akan dihasilkan mahasiswa-mahasiswa yang beradab yang mampu menempatkan segala sesuatu sesuai dengan tempat dan kedudukan penciptaannya. Inilah pembenahan yang saat ini sedang diupayakan oleh UNIDA Gontor demi menyambut Indonesia emas 2045.

 

Pembenahan dalam tataran perguruan tinggi ini juga sesuai dengan pendapat Prof. al-Attas dan Prof. Wan Daud yang menegaskan bahwa pembenahan yang di mulai dalam tataran perguruan tinggi itu sangat penting untuk dilakukan.

 

Sebab, kekeliruan dan kerancuan ilmu di perguruan tinggi apabila dibiarkan akan melahirkan sarjana-sarjana yang rancu ilmunya dan akan menerapkan ilmu yang dia miliki pada tatarab pendidikan yang lebih rendah.

 

Hal ini tentunya sangat berbahaya apabila dibiarkan begitu saja. Para koruptor di negeri ini misalnya, mereka adalah orang-orang terdidik yang telah mengenyam pendidikan tinggi di berbagai perguruan tinggi berkelas di dunia.

 

Sayangnya keilmuan yang mereka pelajari hanya menghantarkan mereka menjadi orang yang cerdas, tanpa menjadi orang yang benar. Alhasil, mereka menggunakan keilmuan yang mereka miliki untuk berbuat kerusakan di negeri ini.

 

UNIDA Gontor berusaha berperan dalam memperbaiki permasalahan yang telah mandarah daging di bumi pertiwi ini. Dengan sistem kurikulum adab yang diterapkan secara holistik di sini, serta integrasi antara agama dan ilmu pengetahuan modern yang sangat ditekankan, bukan sebuah kemustahilan untuk menciptakan manusia sempurna (insan kamil) sebagai produk lulusan pendidikan di perguruan tinggi ini.

 

Insan kamil inilah yang akan sangat berperan besar dalam meraih Indonesia emas 2045 ke depannya. Terlebih penerapan konsep pendidikan berbasis adab dalam tataran perguruan tinggi ini akan berujung pada sebuah kesimpulan yang menegaskan bahwa hak mengenyam pendidikan di perguruan tinggi bukanlah hak untuk semua orang.

 

Artinya, hanya orang-orang beradab saja yang diperbolehkan mengenyam pendidikan tinggi. Kita tidak berharap perguruan tinggi melahirkan orang-orang buruk yang akan memberi dampak negatif pada negeri ini di masa mendatang.

 

Oleh karena itu, konsep adab dalam perguruan tinggi ini akan meminimalisir, bahkan meniadakan kemungkinan lahirnya manusia yang buruk dari perguruan tinggi. Demi Indonesia emas 2045, maka kita membutuhkan orang-orang yang baik dan benar dalam menggapainya.

 

[1] Haidar Bagir, Konsep Pendidikan Dalam Islam Syed Muhammad al-Naquib al-Attas, (Bandung: Penerbit Mizan, 1992), h. 74-75.

[2] Muhammad Ardiansyah, Konsep Adab Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Aplikasinya Di Perguruan Tinggi, (Depok, Yayasan Pendidikan Islam at-Taqwa Depok, 2020), h. 227-228.

 

Baca juga: Neil Postman

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *