Kehampaan Nilai Pendidikan Seks
Kehampaan
Ratusan pelajar yang masih berstatus di bawah umur itu berbondong-bondong mendatangi kantor Pengadilan Agama untuk meminta surat dispensasi menikah di usia dini mereka. Pelajar-pelajar itu nampak sedang dimabuk asmara dan terbutakan atas hubungan yang membuaikan nafsu mereka.
Free seks sendiri sebenarnya merupakan wacana lawas yang telah diperhatikan oleh berbagai ahli di Indonesia. Berbagai konferensi dilakukan, terlebih ratusan penelitian telah dilakukan demi mencari solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan free seks ini.
Ibarat gunung es, permasalahan free seks pada dasarnya merupakan sebuah masalah yang disebabkan oleh kompleksitas permasalahan yang terjadi di belakangnya. Permasalahan free seks yang terjadi di kalangan pelajar ini hanyalah sedikit indikasi yang menunjukkan bahwa kehancuran moral peradaban manusia sedang berjalan dengan pasti ke depan.
Tidak lain dan tidak bukan bahwa segala permasalahan di atas disebabkan karena keadaan perkembangan zaman di era global, globalisasi dunia, westernisasi ilmu pengetahuan yang menjadi puncak dari segala permasalahan yang ada, dan memang telah tiba masa kemunduran peradaban manusia.
Sebagian orang barangkali berpikir, bagaimana bisa peradaban manusia dikatakan mundur di saat ilmu pengetahuan berkembang pesat dan memudahkan seluruh kehidupan manusia di dunia? Hal-hal yang dahulu dirasa sebagai sebuah magic, kini dapat dinalar dengan logika karena kecanggihan teknologi yang ada.
Menjadikan lautan tempat bernafas, menjadikan langit tempat menari, dll. merupakan sesuatu hal yang dianggap tidak mungkin dilakukan oleh manusia dahulu kala karena tidak dapat dinalar, tetapi saat ini menjadi sesuatu yang wajar dan dianggap sebagai kemajuan peradaban umat manusia.
Memang benar bahwa kemajuan teknologi saat ini dianggap oleh sebagian besar orang sebagai bentuk dari kemajuan peradaban umat manusia, namun hal itu tidak berlaku bagi para akademisi yang memahami eksistensi keberadaan manusia yang sebenarnya.
Teknologi yang diciptakan dengan tujuan untuk mempermudah kehidupan ini telah membawa manusia ke dalam sebuah tataran yang memandang bahwa manusialah pusat dari segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Seakan-akan mulai merasa memiliki kuasa, manusia mulai mencoba menjamah hal-hal yang tidak seharusnya mereka dekati sebagai seorang manusia. Melalui teknologi, sebagian manusia berusaha menghilangkan sifat kemanusiaan yang seharusnya penuh akan keterbatasan dalam diri mereka.
Hal ini menyebabkan manusia seakan-akan memegang kuasa tertinggi dalam struktur kehidupan di alam semesta ini. Kendati merasa berkuasa dalam kehidupan karena ilmu pengetahuan yang didapat, sifat merasa berkuasa itu justru menjadikan peradaban manusia semakin mundur di berbagai lini kehidupannya.
Timbangan nilai baik dan buruk tidak lagi ditentukan oleh agama dan kepercayaan yang dipercayai manusia, akan tetapi nilai itu ditentukan oleh manusia itu sendiri. Alhasil, segala sesuatu yang berhubungan dengan nilai dan hukum manusa tidak ada yang bersifat absolut.
Hal ini berlaku juga dalam nilai-nilai yang terdapat dalam dunia pendidikan. Pendidikan berbasis kesetaraan gender, pendidikan berbasis multikulturalisme, dll. merupakan nilai-nilai dalam dunia pendidikan yang dibuat dengan standar kebenaran dari manusia itu sendiri.
Alhasil segala nilai-nilai yang dibuat dan ditentukan oleh manusia itu bisa jadi sangat bertentangan dengan ajaran agama yang ada. Pendidikan yang diharapkan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa justru berperan dalam memundurkan peradaban manusia.
Kehampaan Pendidikan Seks
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Indonesia, Muhammad Nuh dalam beberapa kesempatan pernah menegaskan bahwa pengajaran pendidikan seks di sekolah merupakan hal yang tabu dan belum diperlukan nampaknya memang benar adanya.
Walau pendapat beliau ini sangat ditentang oleh para pegiat feminisme kala itu, namun semakin berjalannya waktu, pendapat beliau justru menemui titik terang yang membenarkan pernyataan itu. Pendidikan seks yang diajarkan melalui kurikulum nasional nampaknya memang tidak tepat dan menuai banyak kekurangan dalam pelaksanaanya.
Permasalahan kehampaan nilai-nilai dalam pendidikan seks ini juga pernah penulis paparkan dalam sebuah ajang International Islamic Paper Competition yang dilaksanakan oleh Universitas Negeri Padang beberapa waktu yang lalu.
Faktanya, pendidikan seks yang diajarkan dalam kurikulum nasional kita saat ini tidak memadukan unsur-unsur nilai religius di dalamnya. Semua hanya berfokus pada pengenalan hal-hal yang berkaitan dengan hak reproduksi, tanpa berusaha mengenalkan mengenai nilai-nilai penciptaan yang tersemat di belakangnya.
Bukannya menjadi solusi atas permasalahan degradasi moral yang terjadi, pendidikan seks justru bisa menjadi pemicu degradasi itu sendiri apabila formulasi pendidikan yang diajarkannya tidak beradab dalam segi kualitas.
Oleh: Krisna Wijaya