toxic
Catatan Pena

Lingkungan Toxic? Menguatlah

Sudah sewajarnya manusia saling menjaga keharmonisan antar sesamanya dalam berkegiatan sehari-hari di lingkungan masyarakat. Sosok makhluk yang disebut sebagai makhluk sosial ini juga pada faktanya tidak bisa hidup tanpa adanya kolaborasi kebaikan dari manusia lainnya.

 

Sebagai makhluk yang penuh akan kekurangan, manusia ternyata begitu mendambakan kesempurnaan dalam dirinya. Kesempurnaan yang didamba-dambakanya pada kenyataanya justru membuat manusia lupa pada hakikat kekurangan yang melekat dalam dirinya.

 

Seakan-akan berdiri di atas puncak rantai makanan, manusia bertindak selayaknya malaikat yang tidak memiliki dosa dan melupakan asal muasal penciptaannya dari tanah tempatnya berpijak itu sendiri. Bahkan tidak tanggung-tanggung, banyak dari mereka yang saling merendahkan dan mencela antar sesama.

 

Barangkali di antara pembaca ada yang sedang mengalami nasib demikian bukan? Berada di tengah-tengah lingkungan toxic begitu menggetarkan suasana hati. Lidah-lidah tak bertulang mereka dengan mudahnya kadang menggores perasaan kita dengan leluasa, dan bahkan menginjak-nginjak harga diri yang coba kita jaga.

 

Tanpa sadar lingkungan, keadaan, dan orang-orang di sekitar kita malah menjadi toxic bagi perasaan kita. Lidah mereka semakin lihai merangkai kata dan guyonan dalam mengiris perasaan yang kita miliki. Tanpa sadar kita semakin larut atas perkataan mereka dan terjebak dalam zona sakit hati yang menjebak.

Toxic Perasaan? Harus Apa

Penulis menuliskan untaian kalimat ini juga sebelumnya telah merasakan sendiri bagaimana rasa dari lingkungan toxic itu sendiri. Bukan berarti mencoba berdiri di sisi yang merasa selalu benar, hanya sebatas berbagi rasa ketika barangkali kalian sedang berada di tengah-tengah lingkungan toxic yang menggembur kewarasan kalian.

 

Balas dendam, sebuah kata yang menyiratkan makna pembalasan atas segala hal kadang terbesit di benak kita ketika menerima rasa sakit yang kita rasakan. Memang nampak memuaskan untuk membalas dendam atas rasa sakit yang kita peroleh, namun pasti pembalasan dendam itu akan berakhir dengan penyesalan di penghujungnya nanti.

 

Setelah berjalannya waktu, kumenyadari bahwa lingkungan toxic disekitarku ternyata merupakan batu pijakan untukku lebih tergerak dalam berkembang. Kenapa berkembang? Karena tidak ada balas dendam terbaik selain dari pembuktian pencapaian yang dapatkan dari perjuangkan.

 

Toxicnya mereka yang memperkeruh suasana hati dan perasaan kita bukanlah hal yang harus kita simpan di dalam diri kita, melainkan sebatas kita lewati dalam perjalanan berproges kita. Karena akan ada masanya, mereka sebatas menjadi sejarah pijakan langkah kita berporgres di masa mendatang.

 

Ingatlah walau dirimu ditertawakan dan direndahkan, walau kisah hidupmu dijadikan guyonan dan dijadikan canda tawa, tetaplah fokus pada alasanmu berjalan dan jangan pernah berpikir untuk berhenti di pertengahan jalan. Ketika dirimu semakin mendekati tujuan awalmu dalam berjuang, tanpa kamu sadari lingkungan toxic itu akan menjadi lembar sejarah dalam dirimu.

 

Mereka yang awalnya merendahkanmu dan menjadikan kisah hidupmu sebagai guyonan, semakin lama tidak akan mampu menjangkaumu karena jalan perjuanganmu semakin mendahului mereka di depan. Selayaknya abu, keberadaan mereka sebagai sumber toxic bagi kisah hidupmu akan berlalu begitu saja dengan berjalannya waktu.

Mengingat Tujuan Awal

Ketika lingkungan dan orang-orang di sekitarmu mulai bersifat toxic pada dirimu, maka jangan pernah melupakan tujuan awal ketika dirimu memulai langkah perjuangan itu. Karena dengan mengingat hal itulah, dirimu akan terus terpacu untuk bergerak walau bagaimanapun tantangan yang menghadangmu.

 

Memang tidak mudah, memang rasa-rasanya ingin menyerah saja. Begitu juga denganku, sesekali terpikirkan untuk berhenti dan berbalik langkah saja. Tidak ada orang-orang disekitar kita yang benar-benar memahami suasana parasaan yang kita rasakan. Dengan sempurna kita mencoba menutup luka dengan senyum tak berdosa.

 

Sesekali, rasa-rasanya pilihan menyerah menjadi sebuah pilihan yang menawarkan perasaan melegakan dalam benak kita. Namun, ingatlah satu hal, bahwa menyerah tidaklah cocok untuk dirimu. Dirimu merupakan seorang dengan pribadi yang pantang menyerah. Sudah sejauh ini kan dirimu berjuang? Jangan berpikir untuk berhenti hanya karena sandungan batu kerikil semata.

 

Menyerah itu hal yang mudah,

Namun hal itu tidak cocok dengan dirimu

Karena aku tahu bahwa dirimu jauh lebih kuat untuk memilih pilihan lain selain menyerah

Play Video

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *