karya
Ruang Opini

Kepedihan Goresan Karya, Ingat Bahwa Setiap Karya Memiliki Nilai

Oleh: Pujangga Kata

Setahun belakangan ini, penulis semakin memahami bahwa cita-cita besar yang penulis patri dalam dirinya semakin dekat karena budaya menulis artikel yang telah dibiasakan selama 3 tahun kebelakang. Di mulai dari kegembiraan tiada terkira ketika tulisan artikel pertama yang berjudul “Learning Society Berbasis Budaya Literasi di Universitas Darussalam Gontor” terpatri abadi di jajaran rak website prodi PAI kala itu.

 

Tak terlukiskan ukuran kebahagiaan penulis kala itu ketika artikel pertamanya yang serat akan kekurangan di sana dan di sini bisa publish dengan megahnya. Beragam respon positif pun juga  penulis dapatkan darinya. Hal itu kemudian mengilhami penulis untuk tetap istiqomah menulis dalam kurun waktu 3 tahun belakang ini melalui web goresanilmu.

 

Walaupun beragam respon positif datang menghampiri tiada henti, tidak sedikit juga respon negatif datang memberikan kesabaran pada hati asng penulis. Memasuki tahun pertama progres kepenulisan, beberapa insan senior membuat candaan akan kebiasaan menulis artikel web yang tidak jelas tujuannya mau ke mana.

 

Memasuki tahun kedua, tidak hanya terbatas pada dimensi mahasiswa, ada juga dosen yang dengan halus menyindir dan mengecilkan esensi menulis artikel website yang sedang dijalani oleh penulis. Mungkin beliau memandang bahwa tulisan website ini tidak terlalu berkelas apabila dipandang oleh mereka yang menilai hanya berdasarkan standar publikasi ilmiah  semata.

 

Memasuki tahun ketiga di saat penulis mulai terbiasa dalam mengkaryakan sebuah artikel dengan cepat dan terstruktur karena kebiasaan yang sudah dibangun selama ini, masih ada juga mereka yang menilai karya seseorang berdasarkan karya indeks publikasi dan penilaian empiris visual semata.

 

Di satu waktu, penulis juga pernah mendapati sosok yang membanding-bandingkan nilai kebaikan karya seseorang berdasarkan penilaian empiris semata. Dalam dunia teknologi misalnya, pelaku teknologi yang berfokus mengembangkan program IT dikatakan lebih baik daripada mereka yang menghabiskan waktu menulis artikel web semata.

 

Penilaian yang demikian tentunya merupakan penilaian buta yang tidak proporsional dalam menilai sesuatu hal. Dapat dikatakan juga sebagai penilaian yang tidak adil dan beradab. Tidak perlu kemudian membandingkan karya satu dengan karya yang lain kalau akhirnya berujung merendahkan salah satu karya di antaranya kan?

 

Penulis tegaskan bahwa semua karya itu baik apabila digunakan untuk memuliakan bangsa dan agama. Sehebat apapun karya teknologi yang dihasilkan akan menjadi percuma apabila tidak didesain untuk memuliakan bangsa dan agama. Begitu juga dengan artikel, sehebat apapun retorika karya artikel yang dipakai akan menjadi percuma ketika artikel itu ditujukan untuk mengkritisi ayat-ayat al-Qur’an dan menjatuhkan kehormatan negara.

 

Seperti perkataan David Thomas bahwa percuma kemajuan ilmu di kota Athena terjadi apabila tidak dibersamai dengan kedalaman nilai agama seperti yang terjadi di kota Jerussalem. Artinya adalah percuma kemajuan ilmu pengetahuan terjadi apabila tidak diimbangi dengan pendalaman nilai-nilai agama di dalamnya.

Sindiran Itu Membuatku Bersemangat

Beragam realitas asam pahit perjalanan menulis selama tiga tahun belakangan ini akhirnya menyadarkan penulis bahwa kegiatan menulis artikel bukanlah hal yang besar dan di saat yang bersamaan juga bukan hal yang kecil. Menulis artikel perlu untuk disempurnakan esensinya dengan beragam upaya penyempurna lainnya.

 

Salah satu bapak ideologi penulis, Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi pun di samping menulis artikel juga menyempurnakan nilai kepenulisan beliau dengan menulis buku, publikasi ilmiah, dll. Hal yang sama juga berlaku pada Dr. Adian Husaini, dan para peneliti dari INSISTS Jakarta.

 

Inilah yang kemudian membuat penulis tersadar bahwa menulis artikel saja tidaklah cukup untuk menghadapi mereka menilai berdasarkan standar publikasi ilmiah semata. Karena alasan ini, akhirnya penulis juga mulai memperhatikan dunia publikasi ketika dirinya memasuki status sebagai mahasiswa akhir (sem 7). Memang agak terlambat, namun dengan keterlambatan itu sang penulis dikuatkan untuk mampu menggoreskan puluhan karya yang saat ini sedang menunggu proses review oleh editor.

 

Dalam satu waktu, pernah seseorang berkata kepada penulis bahwa standar baik karya tulisan itu adalah berhasil publikasi di jurnal sinta 3. Padahal saat itu penulis baru saja publikasi jurnal sinta 4 sebagai penulis tunggal. Sindiran dan untaian kalimat itu tentunya membuat penulis semakin bersemangat untuk membuktikan bahwa menjadi penulis artikel website tidak layak untuk dipandang sebelah mata dengan segala pencapaian yang mereka miliki.

 

Alhasil beberapa waktu kemudian ada beberapa artikel sinta 3 yang terbit dalam waktu yang hampir berdekatan, salah satunya adalah ICT Integration in Islamic Education for Elementary Schools yang diterbitkan oleh UII beberapa waktu yang lalu. Melalui karya ini, suara sumbing dan merendahkan itupun akhirnya mulai sirna tak memunculkan bekas.

 

Dalam sebuah kesempatan lagi, salah seorang insan senior di tempat penulis mengabdi sebagai staf pernah menyatakan bahwa dirinya berhasil publikasi jurnal sinta 2 dan belum ada yang bisa menyamainya. Kebanggan seperti ini yang kemudian membuat penulis merasa harus mencoret rekor pencapaian yang dimilikinya.

 

Walaupun saat ini salah satu karya penulis telah diterima dalam angkasa jurnal sinta 2 sebagai co-author, namun hal ini tidak kemudian dijadikan bahan membanggakan diri dihadapan khalayak umum sebagai penulis jurnal sinta 2. Hal ini penulis sadari karena setiap karya berhak untuk dihargai nilai kebaikannya, baik berbentuk lukisan, artikel, puisi, jurnal, program, dll.

 

Tidak perlu untuk merasa bangga pada sebuah pencapaian tertentu sampai memroklamirkan diri di sana dan di sini. Tetaplah rendah hati karena setiap orang juga memiliki potensi untuk mengungguli setiap pencapaian karya yang kita miliki saat ini.

 

Lantas, apakah sang penulis mampu menggapai tujuan publikasi sinta 2 sebagai penulis pertama dalam publikasi jurnal sinta 2 untuk berdiri menyamai pencapaian insan seniornya? Tunggu saja ya. Ini bukanlah tentang formalitas kompetisi publikasi semata, namun lebih pada sebuah pembuktian bahwa semua bisa melakukannya asalkan mau mencobanya.

 

Mau itu sebagai seorang penulis, ahli perkebunan, desainer, IT Development, pelukis, dll., tidak perlu merasa bangga pada pencapaian yang dimilikinya dan tidak perlu merendahkan karya yang dimiliki orang lain. Semua karya memiliki angkasa nilainya masing-masing yang tidak bisa disamaratakan.

 

Selayaknya indeks penilaian keindangan lukisan tentu tidak sama dengan indeks penilaian keindahan artikel sebuah website. Ibarat ikan yang dinilai berdasarkan caranya memanjat pohon, maka ikan akan merasa dirinya bodoh karena tidak memiliki potensi dalam memanjat pohon. Padahal potensi utama ikan adalah berenang.

 

Semoga kisah singkat ini dapat membuat pembaca lebih menghargai keberagaman nilai karya yang ada di tengah-tengah kehidupan kita.

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *