Masuk Perpustakaan Tiba-tiba Sampai Berjumpa Dengan Prof. Alparslan, guru Prof. Hamid di ISTAC Malaysia
Oleh: Krisna Wijaya
Kamis, 07 September 2023, Universitas Darussalam Gontor telah melaksanakan International Workshop on Science and Religion (IWOSAR) dengan mengangkat topik pembahasan mengenai “The Harfi and Ismi Perspectives in Philosophy of Science and Education”.
Acara itu turut dihadiri oleh Presiden Universitas, Prof. Dr. K.H. Amal Fathullah Zarkasyi, Rektor UNIDA Gontor, Prof. Dr. K.H. Hamid Fahmy Zarkasyi, Eksekutif Presiden IIKV, Said Yuce, para pembicara, antara lain: 1) Prof. Alparslan Acikgenk dari Uskudar University, Turkiye. 2) Prof. Dr. Necati Aydin dari Al Faisal University, Saudi Arabia. 3) Prof. Dr. Adi Setia Mohd Dom dari International Islamic University Malaysia. 4) Turhan Yolcu dari University of Melbourne. 5) Prof. Ahmed Subasi dari IIKV, Turkiye. Badan Wakaf PM Gontor, Wakil Rektor, Dekanat, beberapa dosen UNIDA Gontor, dan tokoh INSISTS juga turut hadir meramaikan acara ini.
Tulisan kali ini akan mencoba berkisah mengenai pertemuan penulis dengan sosok yang begitu penting bagi pribadi Prof. Hamid dalam perjalanan kematangan intelektualnya di ISTAC, yaitu Prof. Alparslan Acikgenk. Beliau merupakan sosok ilmuan besar dari Turki yang sangat mempengaruhi perkembangan intelektual Prof. Hamid ketika studi di ISTAC dahulu.
Masuk Perpustakaan Tiba-tiba
Jum’at siang itu, sebelum berangkat menuju masjid untuk menjalankan ibadah sholat Jum’at, penulis sayup-sayup mendengar suara perbincangan beberapa orang di ruang baca utama perpustakaan UNIDA Gontor (penulis merupakan staf mahasiswa perpustakaan).
Setelah mendekati sumber suara itu, penulis akhirnya menyadari bahwa bahasa yang mereka gunakan untuk berbincang-bincang adalah bahasa Turki. Tentu penulis bertanya-tanya mengenai sosok yang datang secara tiba-tiba itu. Hingga beberapa waktu kemudian, penulis baru menyadari bahwa tamu yang tiba-tiba datang ke perpustakaan itu adalah guru Prof. Hamid ketika di ISTAC, yaitu Prof. Alparslan Acikgenk.
Pertemuan tiba-tiba ini merupakan pertemuan pertamakali antara penulis dengan Prof. Alparslan secara langsung dan tidak pernah diduga sebelumnya. Penulis juga tidak menggunakan kaca mata kala itu, alhasil pengelihatan penulis tidak terlalu jelas dalam mengidentifikasi sosok besar yang hadir di perpustakaan kala itu (penulis mendapat nikmat mata minus).
Prof. Alparslan merupakan sosok akademis Islam besar yang mendapat gelar Bachelor of Art di School of Theology, Ankara University pada tahun 1974. Kemudian gelar Master of Art pada bidang History of Philosophy diraihnya di University of Wisconsin-Milwaukee, tahun 1977, sedangkan gelar Doktor diraihnya dari University of Chicago pada tahun 1983.
Sebagai seseorang yang sangat meminati dan menekuni bidang philosophical system, Prof. Alparslan mengaku bahwa pematangan framework intelektualnya terjadi setelah pertemuannya dengan Prof. Naquib al-Attas. Pertemuan itu terjadi dalam acara Konferensi Sains dan Falsafah Islam pada tahun 1989.
Pada momen itu, Prof. Alparslan pertama kalinya mendengar pemaparan Prof. al-Attas dan memuji Prof. al-Attas dengan mengatakan, “a true muslim philosopher” yang langka. Kekaguman Prof. Alparslan terhadap Prof. al-Attas ini kemudian menjadikan Prof. Alparslan bersedia dengan senang hati ketika diminta membantu mengajar dan mengelola ISTAC dari tahun 1991-1993.
Prof. Alparslan dan Prof. Hamid
Pertemuan pertama antara dua tokoh besar ini juga terjadi berbarengan momentumnya ketika Prof. Alparslan bertemu dengan Prof. al-Attas, yaitu ketika Konferensi Sains dan Falsafah Islam pada tahun 1989. Pada waktu itu, Prof. Hamid belum menyadari bahwa dirinya sedang bertemu dengan sosok yang 10 tahun kemudian akan menjadi gurunya di ISTAC.
Dari sekian banyak guru dan dosen yang ditemui oleh Prof. Hamid, ada dua sosok besar yang sangat menginspirasi dan mempengaruhi proses kematangan framework keilmuannya. Pertama adalah intelektual Islam dunia sekaligus pendiri ISTAC, Syed Muhammad Naquib al-Attas; dan yang kedua adalah Prof. Alparslan Acigenc.
Ketika menjalani studi S3 di ISTAC, Prof. Hamid mengikuti dua mata kuliah yang dibawakan oleh Prof. Alparslan, yaitu Western Philosophy dan Islamic Philosophy. Bagi Prof. Hamid, mata kuliah yang diampu oleh Prof. Alparslan ini sangat sistematis, teratur, dan mendalam. Hal ini terjadi karena Prof. Alparslan telah mencapai puncak karir akademisnya ketika mengajar di ISTAC.
Jika Prof. al-Attas sering berbicara mengenai worldview dalam kajian yang sangat luas, maka Prof. Alparslan berhasil mengartikulasikan apa yang disebut dengan worldview tersebut dengan ‘pendekatan sistem’.
Mengenai worldview, Prof. Alparslan telah menulis karya pertamanya di ISTAC yang berjudul Islamic Science a Definition (1993). Sebagai kelanjutan dari intellectual jurney-nya, Prof. Alparslan kemudian menulis karya yang berjudul Scientific Thought and its Burdens: an Essay in the History and Philosophy of Science (2000), dan disistematisasi kembali dalam buku Islamic Scientific Tradition in History (2012).
Prof. Hamid mengakui bahwa ketiga karya di atas sangat berperan besar bagi dirinya untuk memahami dan mendalami lebih lanjut mengenai konsep worldview Islam. Kemudian pada akhir masa studi S3 di ISTAC, salah satu sosok penguji disertasi Prof. Hamid kala itu adalah Prof. Alparslan itu sendiri.
Berawal dari pertemuan tidak disengaja di sebuah konferensi sampai dengan menjadi guru dan murid di ISTAC, kini Prof. Hamid dan Prof. Alparslan sama-sama berada di puncak karir akademiknya sebagai seorang yang sama-sama bersinergi dan saling menghormati antara satu dengan yang lainnya.
Penulis sangat bersyukur dapat bertemu dengan sosok-sosok besar yang begitu menginspirasi ini. Peristiwa pertemuan tidak sengaja ini telah menjadi sebuah semangat tersendiri bagi penulis untuk lebih bersemangat dalam mengikuti jejak sosok-sosok besar tersebut ke depannya.
Baru beberapa hari yang lalu rasanya penulis mengkaji sejarah mengenai jejak Prof. Hamid – Prof. al-Attas – Prof. Alparslan ketika berada di ISTAC sebagai salah satu data tugas akhir penulis, kini mampu dipertemukan dengan kedua sosok dari tiga intelektual besar tersebut secara langsung.
Rujukan#
Rujukan diambil dari berbagai sumber dan rujukan primer diambil dari buku Hamid Fahmy Zarkasyi: Biografi Intelektual, Pemikiran Pendidikan, dan Pengajaran Worldview Islam di Perguruan Tinggi karya Anton Ismunanto