Mata Air

Siapakah Sang Shalihah Itu?

Oleh : Jihan Ramadhani

Komentar Manusia

“Eh jeng lihat deh si fulanah itu, masya Allah bangetkan dia rajin kajian”. “Halah rajin kajian sih, tapi aslinya mah dia tuh suka nongkrong-nongkrong ga jelas sama temannya”. Kritikan pedas yang sering didengar oleh telinga para hijrahters dari orang–orang yang belum paham agama.

 

Berbagai pujian dan hujatan bisa datang kapan aja sob, gak peduli itu dari faktor internal atau bahkan faktor eksternal semisalnya orang tua, sepupu, dan semacamnya. Kalau kita analisis tentang seberapa penting sih komenan orang tentang fashion kita untuk dikategorikan sebagai sosok muslimah atau sosok sholihah  itu?

 

Ya, jawabannya sama sekali gak penting tentang asumsi orang lain kekitanya seperti apa, mau dianya pro atau kontra ya itu urusan mereka dengan Tuhan. Kita seharusnya gak pusing mikirin omongan ibu-ibu komplek soal seberapa sholihahnya diri kita yang penting niat kita melakukan hal baik itu cukup karna ingin berkontribusi di agama Allah aja.

 

Tapi ga bisa dipungkiri rasanya memang sakit saat mendengar hujatan orang dikala semangat kita sedang menggebu–gebu untuk hijrah justru di kasi kata–kata yang menciutkan semangat kita. Jalan satu–satunya untuk mengantisipasi perasaaan baper terhadap hal tersebut adalah dengan menyibukkan diri kita dengan hal–hal positif seperti membaca, menulis, olahraga yang disunnahkan Rasul, atau menyebar dakwah di medsos  yang sering disebut dengan konten kreator dan banyak lagi hal lain yang berfaedah yang bisa kita implementasikan.

Tolok Ukurnya

Dari survei yang sudah diliput, salah seorang sahabat saya mempunyai statement yang sama dengan saya tentang pencapaian perilaku atau karakteristik sosok shalihah yang diidamkan banyak orang. Teman saya menyatakan bahwa untuk mencapai sebuah apresiasi keshalihan seseorang itu tidak di bisa diukur dari busananya, tutur bahasanya, atau bahkan ibadahnya.

 

Karna penilaian manusia terbatas sedangkan penilaian Allah pasti jauh lebih lebih sempurna dan gak akan pernah bisa di setarakan. Pasti selalu ada negatifnya jadi kita gak bisa mengandalkan pujian orang yang baru saja kita dapat atau makian orang yang baru saja kita dengarkan yang bisa kita lakukan adalah mengusahakan diri untuk menjadi sholihah.

 

 “Siapa sih kita ji, sehingga layak mendapatkan gelar tersebut? Kita bukan keturunan Nabi, bukan istri Nabi bukan anak ulama, dan bukan juga wanita yang suci dari pergaulan bebas terus kita mau enak–enak aja di sebut–sebut  si paling shaliha sama semua orang gitu? Bukannya merendahkan diri ji, itulah faktanya yang harus kita terima dan kita jadikan reminder buat kita

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *