Mata Air

Merefleksikan Makna Pendidikan Indonesia Melalui Hasil PISA 2022

Oleh: Galuh Dwi Ardiana, S.Sos.

Guru di SD Islam Diponegoro Surakarta, Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Dunia pendidikan sedang dihebohkan mengenai hasil skor PISA 2022 yang telah dirilis beberapa pekan yang lalu. PISA (Programme for International Student Assessment) adalah program penilaian tingkat Internasional yang diinisiasi oleh OECD (Organisation for Economic Co-Operation and Development) bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan di dunia dengan mengukur kemampuan siswa berusia 15 tahun pada bidang Matematika, Sains, dan Literasi.

 

Siswa berusia 15 tahun dianggap tepat untuk pelaksanaan asesmen dengan alasan bahwa setelah mereka mendapatkan kemampuan dasar di jenjang pendidikan dasar, dari sini bisa dilihat apakah mereka mampu menjawab tantangan yang mereka emban di masa yang akan datang. PISA tahun 2022 telah diikuti oleh 81 negara, salah satunya Indonesia. Indonesia mulai berpartisipasi pada PISA sejak tahun 2000 hingga saat ini.

 

Data PISA 2022 tepat diambil setelah pandemi COVID-19. Setelah rilis skor PISA 2022, beberapa negara mengalami penurunan skor disebabkan dampak pandemi COVID-19, namun masih mencapai skor diatas rata-rata global. Hasil pencapaian skor Indonesia pada PISA 2022 dari 81 negara yang telah ikut berpartisipasi, skor PISA Indonesia di 2022 masih tergolong rendah, khususnya dibagian skor membaca Indonesia yang hanya mencapai skor 359 dari skor rata-rata global mencapai 476.

 

Kemudian untuk skor PISA Indonesia pada bidang Matematika mencapai 366 dari skor rata-rata global mencapai 472, pada bidang Sains mencapai 383 dari skor rata-rata global 485. Masih sangat memprihatinkan pada pendidikan Indonesia dikarenakan sejak pertama kali berpartisipasi, siswa-siswa di Indonesia merasa tidak ada perubahan dalam skema pembelajaran di kelas.

 

Pada diskusi yang digelar oleh Tanoto Foundation dan SMERU Research Institute, menurut Inge Kusuma selaku Head of Tanoto Foundation Indonesia mengatakan bahwa siswa di Indonesia mengalami krisis pembelajaran dan penalaran dasar yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah kehidupan manusia “Kemampuan dasar belum dimiliki siswa kita.

 

Satu dari dua siswa memiliki kemampuan literasi di bawah rata-rata. Kita mendukung pemerintah untuk mengatasi permasalahan pendidikan di situasi ini” ujarnya.

 

Dukungan berbagai mitra pendidikan pun sangat perlu dibutuhkan, terutama dalam upaya mendukung dan mensukseskan kurikulum Merdeka Belajar dan meningkatkan mutu guru dan tenaga pendidikan. Tanoto Foundation Indonesia meluncurkan salah satu program PINTAR yang mendukung keselarasan dan implementasi Merdeka Belajar dalm meningkatkan literasi, numerasi, dan sains.

 

Menurut Laporan Pemantauan Pendidikan Global UNESCO tahun 2023, terdapat tiga faktor yang menjadi tantangan pendidikan di era saat ini, yakni kesetaraan dan inklusi, kualitas, dan efisiensi pendidikan. Hal ini menjadi fokus dalam permasalahan pendidikan saat ini khususnya pendidikan Indonesia agar semakin lebih baik lagi kedepannya.

 

Mulainya rilis hasil studi PISA 2022 beberapa pekan yang lalu, sayang sekali pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) malah berfokus pada peringkat Indonesia yang naik dari tahun 2018 ketimbang aspek proses pembelajaran siswa di kelas.

 

Kabar bahagianya peningkatan ranking Indonesia pada PISA 2022 yang digaungkan oleh Kemdikbudristek ini sebenarnya masih tergolong “belum bahagia” dikarenakan rangking Indonesia di PISA masih di urutan terendah, sehingga sampai saat ini masih menjadi persoalan apakah rangking Indonesia pada PISA 2022 sebegitu pentingnya untuk Pendidikan Indonesia yang semakin lebih baik ketimbang memperhatikan skor PISA 2022 di bidang Literasi, Matematika, dan Sains.

Alasan Peringkat Indonesia Naik

Sejak adanya terobosan kurikulum Merdeka Belajar yang digagas oleh Nadiem Makarim selaku Kemendikbudristek, menurutnya relatif kecilnya learning loss mencerminkan ketangguhan guru pengajar yang didukung oleh program penanganan pembelajaran saat pandemi COVID-19 dari Kemendikbudristek.

 

Alasan yang paling utama adanya fasilitas penggunaan internet untuk akses pembelajaran daring. Bantuan tersebut telah sampai dan diterima oleh lebih dari 25 juta murid dan 1,7 juta guru agar proses pembelajaran daring dapat terlaksana dengan baik.

 

Kemudian faktor lain yang mendukung naiknya peringkat Indonesia pada PISA 2022 yakni pelatihan guru melalui platform Merdeka Mengajar disertai adanya materi pembelajaran secara hybrid. Selain itu, terobosan dalam pemberlakuan Kurikulum Darurat yang bertujuan untuk menyederhanakan materi agar guru dapat fokus mengajar pada materi pembelajaran yang mendalam. 

 

Dari semua terobosan yang digagas oleh kemendikbudristek yang katanya berhasil mengubah materi pembelajaran yang lebih sederhana, namun pada kenyataannya sampai saat ini belum dapat memperbaiki pemahaman siswa dalam proses pembelajaran.

 

Selama Indonesia mengikuti PISA dalam 20 tahun terakhir, saatnya kita merefleksikan dan mengingat kembali makna pendidikan Indonesia bahwa hal yang lebih penting dari hasil tes PISA 2022 untuk ditindaklanjuti adalah proses pemahaman, kemampuan siswa dalam belajar yang masih tergolong rendah, bukan soal kualitas dalam hal ini rangking yang didapatkan.

Kualitas Belajar Siswa di Negara Lain

Salah satu negara tetangga ASEAN yang juga ikut berpartisipasi dalam tes PISA 2022, Singapura menjadi negara ASEAN yang berperingkat paling tinggi di tes PISA 2022. Kemampuan siswa di Singapura pada bidang Matematika merupakan salah satu skor tertinggi dengan meraih 515 dari rata-rata global 472.

 

Lalu di bidang Literasi meraih skor 484 dari rata-rata global 476, dan di bidang Sains mencapai skor 504 dari rata-rata global 485. Prestasi tersebut menjadikan Singapura untuk terus-menerus memperbaiki kualitas pembelajaran siswa. Saat Singapura pertama kalinya mengikuti tes PISA pada tahun 2009, Singapura telah menunjukkan hasil terbaiknya karena kemampuan siswa berada di atas rata-rata negara partisipasi OECD. 

 

Dari hasil PISA 2022 tersebut, Singapura terus memperhatikan siswa yang berasal dari golongan dengan ekonomi rendah, siswa tersebut pun tetap dapat meraih prestasi gemilang dalam Literasi, Matematika, dan Sains.

 

Namun, kesenjangan dalam golongan ekonomi mampu dan rendah ini masih sangat tinggi, sehingga pemerintah Singapura berusaha mencari solusi melalui program-program yang direncanakan dengan sasaran siswa dari golongan ekonomi rendah agar pendidikan semakin baik dan merata di seluruh siswa-siswi Singapura.

 

Seperti yang kita ketahui, salah satu negara partisipasi dalam PISA 2022 dan negara yang menjadi pusat perhatian dalam pendidikan, Finlandia merasa khawatir akan posisinya di PISA yang semakin turun walaupun skor yang diraih masih di atas rata-rata skor global PISA 2022.

 

Hasil rilis skor PISA 2022 negara Finlandia pada bidang Matematika adalah 484, jauh menurun dibanding skor yang diraih pada tahun 2006 dengan hasil skor tertinggi adalah 548. Kemudian skor membaca yang diraih oleh negara Finlandia adalah 490 pun juga jauh menurun dari skor di tahun 2006 dengan raihan skor 547, lalu untuk skor pada bidang sains masih tergolong relatif baik dengan raih skor 511.

 

Namun sejak Finlandia menjadi negara partisipasi PISA sejak 2000, pertama kalinya di PISA 2022 ada siswa yang meraih skor 2 di bidang Matematika, yang biasanya mereka selalu meraih skor 5 dan 6.

 

Tentu hal tersebut menjadikan Finlandia merefleksi kembali dan mencari solusi bagaimana untuk terus menyeimbangkan antara kemampuan literasi siswa laki-laki dan perempuan, kemudian untuk kemampuan siswa dalam bidang matematika ditentukan apakah siswa tersebut memiliki buku dirumah atau tidak, supaya dapat membandingkan pengaruh yang kuat terkait jumlah buku yang dapat diakses siswa dan siswa yang memiliki perangkat digital.

Bijak dalam Membaca Data

Sudah 20 tahun tes PISA ini diadakan, namun hanya sedikit 18 persen siswa Indonesia yang mengerti matematika, sangat jauh diluar perkiraan dari negara-negara anggota OECD yang mencapai 69 persen.

 

Sampai saat ini, Indonesia belum pernah menyentuh prestasi di bidang Matematika dengan mencapai level 5 maupun 6, pun begitu pula dengan bidang literasi yang belum ada peningkatan. Hal ini semestinya menjadi perhatian bagi pemerintah bagaimana pendidikan Indonesia perlu diperbaiki kembali, tahun demi tahun terus pergantian kurikulum namun belum ada dampak dalam memperbaiki kualitas pendidikan, termasuk dalam bidang literasi.

 

Perlu adanya cara-cara alternatif agar siswa Indonesia peduli dengan literasi, misalnya memiliki buku fisik untuk dapat fokus membaca, karya-karya penulis Indonesia yang lebih masif dan meluas sebarannya, serta perlu adanya menerjemahkan buku-buku berkualitas ke dalam bahasa Indonesia agar semakin menarik perhatian untuk pembaca.

 

Tes PISA ini menjadi peringatan dan bahan refleksi kita agar siswa sekolah dasar harus mampu membaca dan memahami teks secara utuh dan kompleks. Adapun cara agar siswa semakin melek terhadap literasi dengan membaca buku yang siswa sukai terlebih dahulu supaya siswa terbiasa membaca dan beralih ke bacaan buku yang baru.

 

Tidak ada cara lain dalam meningkatkan minat literasi selain membaca buku. Tes PISA sebenarnya bertujuan untuk mempersiapkan sistem pendidikan agar memberi pembekalan kepada siswa dalam menghadapi tantangan kehidupan di masa yang akan datang.

 

Tes PISA ini tidak menilai kualitas sistem pendidikan saja, melainkan survei tentang pendidikan di suatu negara. Maka dari itu, pemeringkatan tidak seharusnya menjadi hal yang sangat penting karena kedepannya untuk menilai suatu kualitas dan kuantitas pendidikan suatu negara tidak dapat dilihat dari peringkatnya saja.

 

Apabila dalam 5 tahun yang akan datang tes PISA siswa Indonesia tidak berubah, maka perlu adanya perbaikan kualitas dan kuantitas pendidikan Indonesia yang lebih efektif. Jika ingin menjadikan Indonesia merupakan negara maju di tahun 2045, maka perlu sekali merefleksikan pendidikan Indonesia dari generasi muda agar memiliki dan memahami kemampuan dasar dalam literasi, matematika, dan sains.

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *