ICIS

 Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah

Oleh: Asfa Fikriyah

Universitas Darussalam Gontor

asfafikriyah29@gmail.com

Problematika batasan aurat dan pemakaian jilbab dikalangan umat Islam akhir-akhir ini menimbulkan perdebatan yang semakin panas. Perdebatan ini telah terjadi puluhan tahun lalu di Arab Saudi setelah banyak dari masyarakat pulang dari Perancis dan terkontamilasi oleh adat dan budaya Barat.

 

Perbedaan juga muncul dari berbagai pendapat ulama yang berbeda dan belum sampai kepada kesepakatan mengenai hukum berjilbab dan metode pemakaiannya. Sehingga banyak ulama yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dipengaruhi konteks lingkungan, permasalahan sosial, dan kebutuhan zaman.

 

Salah satu penafsir Kontemporer yang menafsirkan jilbab adalah Quraish Shihab dengan pandangan yang lebih flesibel,[1] inklusif, dan memberikan kelonggaran bagi umat Islam. Sehingga, pendapat ini menimbulkan pro dan kontra dikalangan umat Islam terutama di Indonesia.

 

Biografi Intelektual Muhammad Quraish Shihab

Muhammad Quraish Shihab adalah seorang tokoh islam Indonesia yang lahir pada 16 Februari 1944 di Lotassalo, kabupaten Sindereng Rappang (Sidrap) Sulawesi Selatan.[2] Ia berasal dari keluarga mulia, ayahnya Professor Abdurrahman Shihab yang merupakan anak dari Habib Ali bin Abdurrahman Shihab juru dakwah Hadramaut dan seorang professor bidang tafsir. Ibunya bernama Asma yang merupakan keluarga bangsawan.[3]

 

Quraish Shihab bersekolah di SD di Ujung Pandan, kemudian sekolah Makassar, pesantren Hadist Daruru Alfa Rakia, kemudian kuliah di Al Azhar Kairo hingga program Magister di tahun 1969.

 

Sebagai anak dari seorang ulama besar, ayahnya selalu mengajarkan Al-Qur’an kepada Quraish Shihab dan saudara-saudaranya sejak dini, sehingga ia dan saudaranya menjadi orang berilmu dan banyak yang fokus terhadap kajian Al Qur’an.

 

Ia juga pernah diamanatkan sebagai Rektor IAIN Alauddin Makassar yang kemudian melanjutkan program Doktoral nya kembali di Universitas yang sama dan menjadi Doktor ketiga dari Indonesia di Mesir.[4]

 

 

Ringkasan Kajian

Buku “Jilbab Pakaian Wanita Muslimah” yang ditulis oleh Muhammad Quraish Shihab memberikan penjelasan mengenai berbagai pandangan ulama mengenai definisi dan batasan pemakaian jilbab pada wanita.

 

Dalam menganalisis pandangan jilbab, Quraish Shihab menggunakan study komparatif yang mana membandingkan antara pendapat kaum salaf dan kontemporer dan disertai oleh berbagai dalil dan penafsirannya.

 

Quraish Shihab berusaha untuk bersikap netral dalam menganalisis pandangan para ilmuan dan ulama Islam dengan memaparkan perbedaan pandangan terhadap penafsiran Al-Qur’an dan Hadist kemudian menyimpulkan pendapat di akhir pembahasannya.

 

Buku ini tediri dari 275 halaman, dengan rincian 260 halaman berisi pembahasan dan 15 halaman masuk kepada catatan daftar pustaka. Buku ini merupakan cetakan keempat pada tahun 2009 yang diterbitkan oleh Lentera hati Jakarta.

 

Penjelasan dari buku ini terdiri dari empat bab utama yaitu: pakaian, Al-Qur’an dan batas aurat wanita, As-Sunnah dan batasan aurat, dan pandangan kontemporer.  Masing-masing sub-bab membahas aspek yang berbeda.

Bab Pertama, dengan sub tema “Pakaian” membahas mengenai pakaian adalah produk budaya sekaligus tuntunan agama, moralitas dan dapat berubah sesuai dengan zaman.[5]  Bab kedua, “Al Qur’an dan Batasan Aurat Wanita” membahas analisis penafsiran ayat Al-Quran mengenai hukum dan batasan jilbab.

 

Bab Ketiga, “As Sunnah dan Batasan Aurat Wanita” membahas analisis penafsiran As Sunnah mengenai hukum dan batasan jilbab. Bab keempat, “Pandangan Kontemporer” membahas mengenai analisis pandangan ulama Islam kontemporer mengenai hijab dalam lingkungan sosial

 

 

Batasan hukum berhijab bagi kaum Muslimah 

Secara etimologis, jilbab berasal dari kata Jalaba yang berarti membawa atau mendatangkan, dalam bahasa Arab jilbab sama dengan “Al-Qamis” dapat juga diartikan sebagal pakaian (baju kurung yang longgar) yang menutupi seluruh tubuh.

 

Jilbab juga diartikan menutupkan sesuatu di atas sesuatu yang lain sehingga tidak dapat dilihat, kain bagian luar dan penutup yang dililitkan pada bagian atas pakaiannya untuk menutupi dirinya dari kepala hingga ujung kaki.[6] Diartikan sebagai pakaian yang dikenakan oleh perempuan sebagai identitas keislamannya.[7] Di Indonesia, jilbab sering disebut sebagai kerudung.

 

Quraish Shihab dalam bukunya ini menjelaskan mengenai perbedaan pendapat para ulama terhadap jilbab, baik ulama salaf maupun kontemporer dalam menafsirkan berbagai sumber Islam seperti Al-Quran dan Hadist.

 

Para ulama salaf berbeda pendapat antara batas aurat yang ditutupi apakah seluruh tubuh atau memperbolehkan telapak tangan dan muka terlihat, namun dalam hal ini kembali kepada kepercayaan penafsiran masing-masing. Hal ini dikarenakan mereka beranggapan bahwa tidak ada nash yang menunjukkan secara spesifik mengenai batas aurat yang dikehendaki

 

Buku ini sangat menarik sekali karena menjadi salah satu karya yang monumental, di mana banyak perbincangan mengenai pendapat tidak diwajibkannya wanita memakai jilbab saat berada di luar. Dalam pembahasan ini, penulis menyoroti pandangan Quraish Shihab dalam mengambil kesimpulan terhadap pandangan ulama kontemporer yang merupakan sub bab keempat dalam buku ini karena berbagai pendapat dan kesimpulan muncul dalam pembahasan mengenai perbedaan pendapat para ulama kontemporer.

 

Beberapa pendapat ulama seperti Qasim Amin yang mengatakan bahwa jilbab merupakan produk budaya arab sebagai pelindung dari teriknya sinar matahari dan digunakan oleh orang arab dahulu.[8]

 

Terdapat dua aliran yang dikemukakan, kelompok pertama menyatakan pakaian tertutup adalah pengekangan wanita yang sering digaungkan oleh Muhammad Syahrur.[9] Kelompok kedua, menyatakan kewajaran dan kelonggaran terhadap syariah jilbab dengan mengajukan argumen-argumen namun memang sering dibantah oleh ulama terdahulu.[10]

 

Ulasan mengenai perbedaan tersebut ada yang menganggap bahwa ini hanya merupakan adat orang terdahulu sehingga tidak relevan lagi hukumnya dengan sekarang, terdapat pula argumen bahwa orang dahulu memiliki syahwat yang tinggi dan mudah terangsang.[11] Namun di zaman sekarang, sudah menjadi kewajaran jika melihat wanita terbuka kakinya maupun setengah tangannya sehingga tidak mudah terangsang.[12]

 

Quraish Shihab banyak mengulas pemikiran Al-Asymawi yang memaparkan berbagai pendapat dari ulama. Menurutnya, jilbab digunakan sesuai dengan perkembangan zaman. Dahulu orang sangat ketat, namun sekarang banyak yang bekerja dan menjadi kesulitan tersendiri jika mereka terlalu syar’i dalam berhijab.[13] Hal ini mengakibatkan hukum dan batasannya sesuai dengan masa sekarang.

 

Ketentuan ini menjelaskan batasan dalam berjilbab, bahwasannya terdapat kelonggaran bagi wanita apakah ia ingin menggunakan hijab hingga tertutup semua badan sampai tersisa wajah dan tangan yang terlihat atau tidak. Karena, salah satu acuan utama adalah Allah tidak menghendaki kesusahan, namun menghendaki kemudahan.[14] Sehingga Shihab selalu menekankan kepada Maqashid Syariah dari sebuah hukum.

 

Faktor-faktor perbedaan pendapat ini adalah tidak ada nash yang secara khusus membahas mengenai hukum dan batasan aurat dalam berjilbab.[15] Sehingga tidak salah jika banyak ulama melakukan ijtihadnya untuk mengeluarkan hukum dalam berjilbab.

 

Namun faktor lingkungan dan pandangan yang berbeda hingga tidak jarang para ulama tidak mencapai kesepakatan dalam menerima pendapat satu sama lainnya. Banyak pendapat yang mengqiyaskan hukum berjilbab dengan sesuatu yang telah ada, seperti sholat ketika safar maupun hal lain yang bersifat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemudahan dalam menjalankan Syariah Islam.[16]

 

 

Analisis Kritis Terhadap Hukum Hijab Perspektif Muhammad Quraish Shihab

 

Quraish Shihab adalah seorang Mufassir kontemporer yang mana penafsirannya banyak bercorak sosial masyarakat. Ia banyak menyinggung hal-hal dalam interaksi sosial dan lain sebagainya, namun dalam menafsirkan hukum berhijab Shihab memang berbeda pendapat dari mayoritas ulama yang lain.

 

Sebenarnya apa yang dilakukan oleh semua mufassir mempunyai tujuan yang sama, yaitu membuktikan bahwa Al-Qur’an Shahih likulli zaman wa makan,[17] yang mana al-Quran bersifat universal dan tidak terbatas pada pemaknaan yang dangkal. Namun dalam pengaplikasiannya terdapat beberapa perbedaan konsep atau cara yang digunakan.

 

Salah satu yang menjadi ciri khas cara penafsiran kontemporer ini adalah menafsirkan Al-Qur’an secara kontekstual.[18] Namun, kontekstual di sini berbeda dengan penafsiran yang biasa digunakan. Penulis menganalisis terdapat dua analisis terhadap buku hijab karya Quraish Shihab. Pertama, lebih mengacu pada kaidah Al Ibrah Bi Khusus As Sabab La Bi Umumi Lafadz (ketetapan didasarkan pada partikularitas kekhususan sebab bukan pada universalitas).

 

Keumuman teks yang mana awalnya memahami makna asli suatu teks, kemudian menelusuri analisir-analisir sejarah yang menyebabkan turunnya suatu teks/ajaran dan upaya kontekstualisasi makna atau ajaran terhadap persoalan yang dihadapi. Quraish Shihab yang berpegang teguh pada alasan elastisitas teks karena alasan kaum Arab jahiliyah menjadikan penafsiran hijab lebih lunak dan inklusif.

 

Kedua, lebih mengedepankan konsep Al Ibrah Bi Maqashid Syariah yang berusaha mencari sintesa kreatif dalam menafsirkan teks dengan berpegang teguh pada tujuan disyariatkannya sebuah doktrin. Lebih mengedepankan kepada kegunaan atau keuntungan dalam penerapan syariat, namun melupakan hal/hukum yang hakiki dalam kewajiban menutup aurat.

 

 

Kesimpulan

Quraish Shihab merupakan seorang tokoh mufassir Indonesia yang memiliki pendapat yang berbeda mengenai kewajiban berhijab. Ia lebih memberikan kelonggaran kepada wanita muslimah dalam menentukan konsep jilbabnya.

 

Pandangan ini didasarkan pada tidak adanya nash yang menjelaskan secara detail batasan berhijab bagi wanita, selain itu faktor keadaan lingkungan yang tidak sama seperti dahulu mengharuskan pengqiyasan hukum terhadap hijab serta menyesuaikan dengan kebutuhan umat Islam saat ini.

 

 

Daftar Pustaka

[1] Ani Amalia et al., “Jilbab Perspektif Quraish Shihab (Studi Komparatif Tafsir Tulis Dan Lisan),” Arfannur 2, no. 3 (2022): 157–74, https://doi.org/10.24260/arfannur.v3i2.663. Hal 158

[2] Silva Febriana Said, “Jilbab Dalam Pandangan M.Quraish Shihab (Sebuah Tinjauan Filosofis),” Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2021),  Hal 19

[3] Arum Shafira Kammala, “Study Pemikiran Quraish Shihab Tentangan Jilbab Dalam Buku ‘Jilbab Pakaian Wanita Muslimah’ ( Ditinjau Drai Pesan Dakwah),” Https://Medium.Com/ (2019). Hal 76

[4] Amalia et al., “Jilbab Perspektif Quraish Shihab (Studi Komparatif Tafsir Tulis Dan Lisan).” Hal 161

[5] Muhammad Quraish Shihab, Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah, ed. Rizal, Empat (Jakarta: Lentera Hati, 2009). Hal 38

[6] Imam Kamaluddin et al., “Hukum Memakai Jilbab Menurut Yusuf Qordhowy Dan Quraish Shihab,” Syari’ah 4, no. 2 (2021). Hal 128

[7] Kammala, “Study Pemikiran Quraish Shihab Tentangan Jilbab Dalam Buku ‘Jilbab Pakaian Wanita Muslimah’ ( Ditinjau Drai Pesan Dakwah).” Hal 30

[8] Muhammad Quraish Shihab, Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah,… Hal 170

[9] Muhammad Quraish Shihab, Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah,… Hal 172

[10] Muhammad Quraish Shihab, Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah,… Hal 188

[11] Said, “Jilbab Dalam Pandangan M.Quraish Shihab (Sebuah Tinjauan Filosofis).” Hal 52

[12] Muhammad Quraish Shihab, Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah,… Hal 190

[13] Muhammad Quraish Shihab, Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah,…. Hal 198

[14] Atik Wartini, “Nalar Ijtihad Jilbab Dalam Pandangan M.Quraish Shihab (Kajian Metodologi),” Musãwa Jurnal Studi Gender Dan Islam 13, no. 1 (2014): 29, https://doi.org/10.14421/musawa.2014.131.29-38. Hal 7          

`             [15] Muhammad Quraish Shihab, Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah,… Hal 247

[16] Muhammad Quraish Shihab, Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah,…. Hal 213

[17] Syafruddin, Paradigma Tafsir Tekstual Dan Kontekstual, ed. Syaifuddin Zuhri Qudsy, 1st ed. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009). Hal 39

[18] Retno Prayudi, Penerapan Metode Al-Dakhil Dalam Tafsir Al-Qur’an, ed. Zulfa, 3rd ed. (Sukabumi: CV Haura Utama, 2024). Hal 74

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *