ICIS

Pemikiran Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan

Oleh: Fifi Nur Lynda Febriyani

Universitas Muhammadiyah Surakarta

fifinurlyndafebriyani@gmail.com


Judul                                       : Pemikiran Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan

Penulis                                    : Dr. Asrori Mukhtarom, MA

Penerbit                                  : Desanta Muliavisitama

Tebal                                       : 117 halaman

Tahun Terbit                          : 2020

ISBN                                        : 9786237019633

Buku “Pemikiran Pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan” karya Asrori Mukhtarom membahas tentang gagasan-gagasan K.H. Ahmad Dahlan dalam konteks pendidikan Islam. K.H. Ahmad Dahlan, sebagai pendiri Muhammadiyah, dikenal sebagai tokoh yang menggabungkan pendidikan agama dengan pendidikan umum.

 

Buku ini mengkaji bagaimana ide-ide pembaruan beliau dalam bidang pendidikan berusaha menjawab tantangan zaman, terutama dalam menyelaraskan ajaran Islam dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern. Dalam buku ini, Mukhtarom menjelaskan bahwa K.H. Ahmad Dahlan berupaya membangun sistem pendidikan yang menekankan pada pentingnya memahami Al- Qur’an secara mendalam serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

 

Fokus utama dari pemikirannya adalah menciptakan insan yang seimbang antara pengetahuan agama dan ilmu umum, serta membentuk karakter siswa yang berakhlak mulia. Mukhtarom juga menyoroti pendekatan K.H. Ahmad Dahlan yang terbuka terhadap ilmu-ilmu modern, dan bagaimana beliau mendorong agar umat Islam tidak tertinggal dalam sains dan teknologi. Pemikiran- pemikiran Dahlan ini dianggap relevan hingga sekarang, terutama dalam konteks pendidikan Islam yang harus terus adaptif terhadap perkembangan zaman..

 

 

Biografi KH. Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, pada 1 Agustus 1868, dalam keluarga ulama yang berpengaruh, dengan ayahnya, KH. Abu Bakar, sebagai khatib di Masjid Kesultanan. Dia adalah keturunan Maulana Malik Ibrahim, salah satu Walisongo.

 

Sejak kecil, Ahmad Dahlan tumbuh dalam lingkungan religius yang kuat, menjadi sosok yang taat, rajin, kreatif, dan memiliki jiwa kepemimpinan. Dia menikah dengan Siti Walidah, pendiri ‘Aisyiyah dan pahlawan nasional. Setelah Ahmad Dahlan wafat pada 1923, Siti Walidah terus aktif memimpin ‘Aisyiyah hingga wafat pada 1946.

 

Ahmad Dahlan tidak pernah mendapatkan pendidikan formal karena penolakan orang Islam terhadap sekolah Belanda. Ia belajar membaca dan menulis dari ayahnya dan keluarga. Sejak kecil, ia mendalami Al-Qur’an dan berbagai ilmu agama dari banyak guru.

 

Pada usia dewasa, ia menunaikan haji ke Mekkah, memanfaatkan waktu untuk belajar lebih dalam tentang agama, termasuk tauhid, fiqih, dan hadist. Di sana, ia bertemu para ulama dan mempelajari pemikiran pembaruan Islam dari tokoh-tokoh seperti Ibnu Taimiyah, Jamaluddin al-Afghani, dan Muhammad Abduh.

 

Setelah pulang, KH. Ahmad Dahlan menjadi ulama berpengaruh dan diangkat sebagai khatib Kesultanan Yogyakarta. Ia kemudian dikenal karena gagasan pembaruan Islam dan pendidikan, hingga diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1961.

 

 

Amal dan Perjuangan KH. Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan dikenal sebagai ulama yang lebih banyak beramal daripada berbicara, dengan fokus pada tindakan nyata dibandingkan teori. Ia tidak produktif menulis, namun gagasan-gagasannya diimplementasikan dalam bentuk amal yang masih dirasakan hingga kini.

 

Salah satu contohnya adalah pengajaran surah al-Mā’ūn, yang ia tekankan agar tidak hanya dihafal tetapi juga diamalkan. Dari pemahaman surah tersebut, lahirlah gerakan membangun panti asuhan dan menolong fakir miskin, yang dikenal sebagai “Gerakan al-Mā’ūn” di Muhammadiyah.

 

Pesan terakhirnya adalah pentingnya tindakan nyata dibandingkan hanya berbicara. Beliau melakukan beberapa pembaruan diantaranya yaitu:

 

1. Bidang Agama

Ide pembaruan KH. Ahmad Dahlan dalam agama didorong oleh keprihatinannya melihat umat Islam yang saat itu terjebak dalam syirik, tahayul, khurafat, dan bid’ah. Ajaran Islam bercampur dengan kepercayaan nenek moyang, menyebabkan kebodohan dan keterbelakangan.

 

Ahmad Dahlan berupaya mengembalikan umat pada kemurnian ajaran Islam, terutama tauhid. Salah satu tindakan kontroversialnya adalah memperbaiki arah kiblat masjid di Jawa yang dianggap tidak tepat. Meskipun mendapat perlawanan, termasuk dari ulama tradisional, ia tetap teguh pada prinsip anti-taqlid dan berusaha memadukan ilmu pengetahuan dengan ajaran Islam.

 

2. Bidang Pendidikan

Ahmad Dahlan berperan penting dalam reformasi pendidikan Islam di Indonesia dengan mengubah sistem pendidikan dari yang bersifat konvensional ke sistem yang lebih modern. Ia mendirikan berbagai institusi pendidikan yang mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum, seperti Muhammadiyah, yang terus berkembang pesat hingga kini.

 

Kontribusinya menjadikannya tokoh sentral dalam perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, menghubungkan pembaruan pendidikan dengan pemahaman Islam yang lebih progresif dan relevan dengan zaman.

 

3. Bidang Politik

Ahmad Dahlan tidak secara langsung terjun ke politik, tetapi pembaruannya dalam bidang pendidikan dan agama memberikan pengaruh besar terhadap kesadaran politik umat Islam di Indonesia.

 

Melalui Muhammadiyah, yang didirikannya pada tahun 1912, ia mendorong umat Islam untuk lebih aktif dalam kehidupan sosial dan politik dengan mengedepankan nilai- nilai Islam yang murni dan progresif.

 

 

Sejarah Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia

Sejarah pembaruan pemikiran umat Islam di mulai pada abad ke-19 sebagai reaksi terhadap kemunduran umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, ekonomi, dan politik.

 

Ulama dan pemikir Islam seperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha mendorong kebangkitan dengan mempromosikan ijtihad (pemikiran bebas) dan menentang taqlid (peniruan buta). Mereka menekankan pentingnya kembali kepada ajaran Islam yang murni berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah serta memadukan ilmu pengetahuan modern dengan nilai-nilai Islam.

 

Di Indonesia, pembaruan pendidikan Islam dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap sistem pendidikan tradisional yang dianggap kurang memadai dalam menghadapi tantangan zaman. Sistem pendidikan Islam yang konvensional, seperti di pesantren, lebih menekankan aspek-aspek agama tanpa memadukan ilmu pengetahuan modern.

 

Ahmad Dahlan melalui Muhammadiyah, serta tokoh-tokoh lain, menginisiasi reformasi pendidikan dengan mendirikan sekolah-sekolah yang menggabungkan ilmu agama dan ilmu umum. Ini bertujuan untuk membentuk generasi Muslim yang berpengetahuan luas, mandiri, dan mampu bersaing di dunia modern.

 

 

Pemikiran Pendidikan KH. Ahmad Dahlan

1. Landasan filosofis pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan adalah seorang pembaru pendidikan yang lebih dikenal sebagai seorang praktisi daripada penulis. Meskipun tidak meninggalkan banyak karya tulis, pemikirannya tercermin dalam Amal Usaha Muhammadiyah, khususnya dalam bidang pendidikan.

 

Ia merancang sistem pendidikan Islam yang terintegrasi, melibatkan dimensi ruh dan akal. Menurutnya, manusia memiliki tugas sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi, yang memerlukan pendidikan untuk mengembangkan kedua unsur tersebut.

 

Ahmad Dahlan menolak pendidikan Islam tradisional yang stagnan, karena terlalu berfokus pada kitab klasik tanpa membuka ruang bagi pemikiran kritis. Ia berupaya memadukan pendidikan agama dan ilmu umum, untuk melahirkan generasi yang mampu berkompetisi di dunia modern.

 

Pemikiran ini dilandasi oleh prinsip ijtihad dan tujuan menciptakan individu yang menguasai ilmu agama dan ilmu umum secara seimbang, yang pada akhirnya melahirkan generasi “ulama-intelek” yang mampu berperan baik dalam aspek spiritual maupun material kehidupan.

 

2. Aspek-aspek pendidikan Islam yang diperbarui KH. Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan melakukan pembaruan dalam pendidikan dengan fokus pada beberapa aspek penting, yaitu: Pertama, Kurikulum dengan di perluasnya pendidikan Islam dengan menambahkan ilmu umum di samping ilmu agama.

 

Pendidikan moral, individu, dan masyarakat menjadi inti pengajaran, termasuk al-Qur’an, Hadist, serta ilmu umum seperti menulis, berhitung, dan menggambar. Ia   mengintegrasikan pendidikan agama dengan pendidikan modern agar peserta didik siap menghadapi dinamika zaman.

 

Kedua, Metode pembelajaran tradisional seperti sorogan dan hafalan diganti dengan pendekatan kontekstual. Ia mengajarkan untuk tidak hanya memahami ajaran agama secara teoritis, tetapi juga mengamalkannya, seperti yang ditunjukkan melalui pengajaran surat al-Ma’un. Sekolah yang didirikannya menggabungkan model sekolah Belanda dengan metode klasikal, menggunakan kapur, papan tulis, meja, dan seragam

 

Pembaruannya sering dikritik, namun KH. Ahmad Dahlan tetap berkomitmen pada pendekatan modern yang integral antara ilmu agama dan ilmu umum, sehingga menghasilkan lulusan yang kompeten di kedua bidang tersebut.

 

 

Model Pendidikan di Muhammadiyah

Muhammadiyah, sebagai gerakan Islam yang didirikan pada tahun 1912, memiliki peran besar dalam pendidikan di Indonesia. Sejak awal, Muhammadiyah berfokus pada pembaruan pendidikan dengan menawarkan dua konsep utama, yaitu: Pendidikan integralistik.

 

Pendidikan ini memadukan aspek intelektual, moral, dan spiritual, mengintegrasikan sisi jasmani dan rohani manusia secara utuh. Konsep ini bertujuan menciptakan individu yang seimbang antara hubungan dengan Tuhan, dirinya, masyarakat, dan alam, menghasilkan manusia berintegritas tinggi yang menjaga keseimbangan kehidupan.



Pendidikan Progresif, KH. Ahmad Dahlan menekankan pentingnya kemajuan dalam pendidikan, mengintegrasikan iman dan ilmu pengetahuan. Muhammadiyah bertujuan membentuk generasi yang berakhlak mulia, berilmu, kreatif, dan mandiri, serta mampu menghadapi tantangan zaman. Pendidikan progresif Muhammadiyah terus memberikan kontribusi dalam mencerdaskan bangsa, diakui oleh masyarakat dan pemerintah sejak masa penjajahan hingga kini.

 

 

Kesimpulan

Muhammadiyah sejak awal berdirinya memiliki komitmen kuat dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Melalui pembaruan yang ditawarkan oleh KH. Ahmad Dahlan mengusung konsep pendidikan integralistik, yang mana memadukan aspek intelektual, moral dan spiritual serta pendidikan progresif yang berfokus pada kemajuan inovasi dan relevansi dengan perkembangan zaman.

 

Pendidikan Muhammadiyah bertujuan mencetak generasi yang seimbang antara iman dan ilmu pengetahuan, memiliki integritas, dan mampu menghadapi tantangan global. Dengan terus mempertahankan inovasi dalam pendidikan, Muhammadiyah telah memberikan kontribusi besar dalam mencerdaskan bangsa, menciptakan sistem pendidikan modern yang mencerahkan dan berfokus pada kesejahteraan umat secara holistik, baik di dunia maupun akhirat.

 

 

Kesan Reviewer

Buku ini memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana Muhammadiyah, melalui tokohnya KH. Ahmad Dahlan, berhasil membawa pembaruan dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia dengan menawarkan pendekatan integralistik dan progresif.

 

Konsep yang diusung Muhammadiyah, seperti perpaduan antara ilmu agama dan ilmu umum, serta fokus pada inovasi pendidikan, menjadikan buku ini relevan dan penting bagi mereka yang ingin memahami sejarah, perkembangan, dan filosofi pendidikan Muhammadiyah.

 

Secara keseluruhan, buku ini bisa memberikan inspirasi dan pemahaman yang lebih luas tentang pentingnya pendidikan dalam membangun bangsa yang cerdas dan berakhlak mulia, serta menunjukkan bagaimana sebuah organisasi keagamaan dapat berperan aktif dalam perubahan sosial melalui pendidikan

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *