Liberalisasi Pemikiran Islam (Gerakan Bersama Missionaris, Orientalis dan Kolonialis)
Oleh: Muhamad Anwar Aditya
Universitas Islam Internasional Indonesia
muhamad.aditya@uiii.ac.id
Judul : Liberalisasi Pemikiran Islam
Penulis : Prof. Hamid Fahmi Zarkasyi M.A., Ed., M. Phil
Penerbit : CIOS UNIDA Gontor
Tebal : 139 Halaman
Tahun Terbit : 2010
ISBN : 978-979-16650-3-2
Banyaknya asumsi dikalangan akademisi perguruan tinggi yang menganggap bahwa “Pembaharuan pemikiran islam” melalui jalur libralisasi harus dilakukan, karena mereka beranggapan bahwa ide ini adalah sebuah ide yang kreatif dan inovatif.
Ternyata sebaliknya, justru pemikiran tersebut mengusung paham orang-orang Barat yang jauh dari framework Islam. Hal itu dibuktikan dengan adanya tradisi keagamaan dan peradaban Barat.
Selain bukti sejarah, secara konsep pemikiran liberal ini sangat ambigu dan membingungkan. Liberalisasi ini sebenarnya mendeskontruksi worldview Islam yang sudah ditanamkan berabad-abad lalu melalui penafian struktur dan konsep keilmuan dan merusaknya.
Umat Islam terus di brainwash, agar tidak mempercayai otoritas ulama’ bahkan menghilangkannya. Sebagai konsekuensi logisnya adalah runtuhnya konsep ilmu dalam Islam. Sebab otoritas ulama dalam periwayatan untuk memperoleh sebuah ilmu pengetahuan sangatlah dipentingkan.
Akibatnya, dunia ini akan mengalami kehancuran, karena ilmu pengetahuan akan dihasilkan oleh orang-orang yang tidak memiliki keahlian dan otoritas. Konsep liberalisasi yang ditransmisikan ke dalam Islam telah gagal karena tanpa proses epistemologis yang kritis dan memadai.
Sehingga, berakibat pada kerancuan konsep yang berasal dari kerancuan terminologi yang digunakan. Situasi yang serupa juga pernah dialami oleh ummat Islam terdahulu, di mana muslim berhadapan dengan berbagai bangsa besar saat itu, seperti Yunani, India, Persia, Mesir dll.
Namun karena kematangan epistemologi yang dimilki, peradaban Islam mengalami kejayaaan dan mampu mengungguli dalam rentan waktu yang cukup lama. Maka, pondasi worldview Islam yang kuat, sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan pemikiran semacam ini.
Barat dan Islam
Pandangan hidup (worldview) Islam sangatlah berbeda dengan peradaban yang ada di Barat. Pandangan hidup Islam bersumberkan pada kajian empiris dan metafisika yang bersumber dari wahyu, hadist, akal, dan pengalaman intuisi, sehingga memiliki pendekatan yang tauhidi.
Berbeda dengan pandangan hidup yang berasal dari Barat yang dikotomis, sehingga memunculkan sekularisme, rasionalisme, empirisme, desakralisasi, pragmatisme, pluralisme, gender equality, dll., yang sangat bertentangan dengan paham-paham Islam jika dikaji dengan teliti. Di antara perbedaan yang sangat mencolok adalah asas seluruh elemen peradapan Islam yang berasalkan dari Agama. Sedangkan Barat, agama hanyalah salah satu dari seluruh elemen peradaban.
Islam dan Tantangan Liberalisme
Liberalisme adalah sebuah pandangan hidup yang memisahkan antara agama dengan seluruh elemen yang ada di dunia, seperti politik, sosial, ekonomi dan lain-lain. Sehingga, pandangan ini merupakan sebuah tantangan bagi Islam. Perbedaan antara dua pandangan hidup ini akan terus mengalami ketegangan hingga masa yang akan mendatang.
Hal ini disebabkan karena pandangan Barat memaksakan bahwa pandangan mereka itu universal dan dapat dianut oleh semua orang, permasalahannya adalah apa yang diangap universal oleh barat tidak dipandang demikian oleh Islam, karena memang terdapat banyak perbedaan konsep-konsep fundamental yang tidak dapat disatukan sehingga mengakibatkan conceptual confusion
Agen Liberalisasi
Liberalisme di pemikiran Barat telah dijunjung tingi disertai dengan pemarjinalan agama dari seluruh lini kehidupan, agenda ini berkendara di atas 3 agen utama, yang disebut pengarang buku sebagai Missionaris, Orientalis, dan kolonialis.
Di balik masuknya Barat ke negara-negara Islam, tidak hanya terfokus kepada misi agama, ekonomi, politik, serta kebudayaan, tetapi juga doktrin pemikiran berdasarkan pandangan hidup mereka.
Salah satu missionaris yang sangat berperan adalah Snouck Hurgronje, ia memuluskan penjajahan Belanda ke Indonesia melalui kerjasama orientalis Barat dan missionaris, salah satu tujuannya adalah penghancuran dan rekonstruksi pemikiran umat Islam.
Hal yang sama juga dilakukan oleh orientalis yang didukung oleh semangat yang luar biasa, dilatar belakangi oleh 3 motif utama: Pertama, keagamaan, hal ini dikarenakan tentangan agama Islam terhadap ideologi mereka yang berasal dari Kristen.
Kedua, politik, motif kajian ini bersifat kolonialisme, setelah melihat kemajuan Islam yang sangat cepat. Ketiga, Isu kitab suci. Kecemburuan barat atas orisinalitas kitab suci umat Islam (Al-Qur’an), mereka mencoba-coba untuk membuktikan beberapa bagian dalam al-Qur’an dan hadist tidak konsisten, tetapi cara tersebut dibuat-buat dan inkonsisten. Agen terakhir dalam liberalisasi adalah Kolonialis,
Kesan Penulis
Buku ini sangat pembaca rekomendasikan, bahkan menjadi pengantar sebelum membaca buku pemikiran Islam lainnya, terkhusus yang ditulis oleh Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi sendiri, seperti Misykat dan Minhaj. Kemudian penulis juga merekomendasikan yang hendak belajar studi Islam di era kontemporer ini, sehingga cara pandang Islam tetap menjadi identitas seorang muslim.
Sebagai pembaca dan penikmat buku ini, Prof. Hamid sangat menanamkan tradisi Islam yang luhur, yang dibawa dengan perjuangan ilahiyah oleh Rasulullah saw 14 abad lalu, yang saat ini dinistakan dan dicerabut dari akarnya. Kemudian diganti dengan Islam liberal khas Barat yang jauh gersang dan sangat hambar.
Melalui berbagai sumber dukungan seperti finansial untuk pengembangan Islam liberal terus berdatangan, gerbang besarnya melalui pendanaan yang bersumber dari kaki tangan konglomerat Barat. Pembaca teremanjakan kembali melalui buku ini.