Ruang Buku

Merawat Akal: Pendidikan yang Memerdekakan

Ruang pembacaan buku teruntuk merawat akal dan pikiran. Karena buku merupakan udara nan nafas bagai sehatnya pikiran manusia –

Oleh: Krisna Wijaya

Pendidikan yang Memerdekakan oleh Francis Wahono adalah sebuah karya yang mendalam dan inspiratif yang menyoroti pentingnya sistem pendidikan yang membebaskan potensi setiap individu. Wahono mengajak kita untuk merenungkan kembali model pendidikan konvensional yang sering kali lebih menekankan pada hafalan dan hasil ujian daripada pengembangan kemampuan kritis dan kreatif siswa.

 

Wahono memulai dengan menyoroti kelemahan sistem pendidikan tradisional yang berfokus pada ranking dan nilai angka. Menurutnya, sistem ini menghasilkan siswa yang patuh, namun tidak mengajarkan mereka untuk berpikir mandiri dan kritis.

 

Ia berpendapat bahwa pendidikan yang baik seharusnya membebaskan siswa dari ketergantungan terhadap otoritas dan memberi mereka kebebasan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan potensi mereka secara penuh. Pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang membangun karakter dan menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial pada setiap individu.

 

Salah satu bagian terpenting dalam buku ini adalah saat Wahono membahas pembelajaran kontekstual yang relevan dengan kehidupan nyata. Ia berpendapat bahwa siswa akan lebih mudah memahami dan mengaplikasikan pengetahuan jika mereka bisa melihat keterkaitannya dengan pengalaman sehari-hari mereka.

 

Oleh karena itu, Wahono mengusulkan pendekatan pembelajaran yang lebih aplikatif dan berbasis proyek, di mana siswa dapat belajar melalui pengalaman langsung dan menyelesaikan masalah nyata. Misalnya, dalam mengajarkan konsep matematika, guru bisa mengajak siswa untuk mengukur dan menghitung luas taman sekolah.

 

Dengan begitu, siswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga mengaplikasikannya dalam konteks yang nyata dan relevan. Pendekatan ini tidak hanya membuat pembelajaran menjadi lebih menarik, tetapi juga membantu siswa untuk memahami bagaimana pengetahuan yang mereka peroleh dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Wahono juga menekankan pentingnya mengenali dan menghargai keunikan setiap siswa. Menurutnya, setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda dan kecepatan yang tidak sama. Oleh karena itu, ia mendorong para guru untuk tidak membandingkan satu siswa dengan siswa lainnya, melainkan memberikan ruang bagi setiap siswa untuk berkembang sesuai dengan ritme mereka sendiri.

 

Guru harus mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, di mana siswa merasa aman untuk bereksperimen dan membuat kesalahan. Dalam pandangannya, guru harus selalu mendorong siswa untuk bertanya, berpikir kritis, dan mencari solusi secara mandiri.

 

Buku ini juga membahas pentingnya peran teknologi dalam mendukung pendidikan yang memerdekakan. Wahono mengakui bahwa teknologi dapat menjadi alat yang sangat berguna dalam proses pembelajaran, asalkan digunakan dengan bijak.

 

Ia mengusulkan pemanfaatan teknologi untuk membuat pembelajaran lebih interaktif dan menarik, serta untuk memberikan akses yang lebih luas kepada sumber daya pendidikan yang berkualitas. Misalnya, guru dapat menggunakan video interaktif, simulasi, dan platform pembelajaran online untuk memperkaya pengalaman belajar siswa.

 

Selain itu, Wahono menyoroti pentingnya kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam mendukung proses pendidikan. Menurutnya, pendidikan adalah tanggung jawab bersama yang memerlukan partisipasi aktif dari semua pihak.

 

Orang tua dan masyarakat harus terlibat dalam proses pendidikan, memberikan dukungan dan dorongan kepada siswa, serta membantu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar. Misalnya, orang tua bisa ikut serta dalam kegiatan sekolah, mendampingi anak saat belajar di rumah, dan memberikan contoh positif dalam kehidupan sehari-hari.

 

Wahono juga mengusulkan penerapan kurikulum yang fleksibel dan dinamis. Kurikulum tidak hanya berisi materi pelajaran yang harus dihafal, tetapi juga mencakup kegiatan yang merangsang kreativitas dan pemikiran kritis siswa.

 

Misalnya, selain pelajaran akademis, kurikulum bisa mencakup kegiatan seni, olahraga, dan proyek komunitas. Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan non-akademis, tetapi juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka.

 

Salah satu contoh praktis yang diberikan Wahono dalam bukunya adalah penerapan pembelajaran berbasis proyek. Dalam pendekatan ini, siswa diberikan proyek nyata yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Proyek ini bisa berupa penyelesaian masalah di lingkungan sekitar, pembuatan karya seni, atau pelaksanaan kegiatan sosial.

 

Dengan cara ini, siswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam konteks yang nyata dan relevan. Pendekatan ini juga mendorong kolaborasi antar siswa, mengembangkan keterampilan komunikasi dan kerja sama, serta memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna.

 

Wahono juga menekankan pentingnya evaluasi yang komprehensif dalam pendidikan yang memerdekakan. Menurutnya, evaluasi tidak hanya terbatas pada nilai ujian, tetapi juga mencakup aspek-aspek lain seperti perkembangan karakter, keterampilan sosial, dan kreativitas siswa.

 

Guru bisa menggunakan berbagai metode evaluasi, seperti observasi, penilaian diri, dan portofolio, untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang perkembangan siswa. Dengan cara ini, evaluasi tidak lagi menjadi alat penghakiman, tetapi menjadi alat untuk memahami dan mendukung perkembangan siswa.

 

Dalam kesimpulannya, Wahono menekankan bahwa pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang menghargai keunikan setiap individu, memberikan kebebasan untuk bereksplorasi, dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar.

 

Pendidikan yang memerdekakan tidak hanya menghasilkan individu yang cerdas secara akademis, tetapi juga individu yang berdaya, kreatif, dan memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi.

 

Secara keseluruhan, Pendidikan yang Memerdekakan adalah sebuah karya yang memberikan pandangan mendalam dan inspiratif tentang bagaimana seharusnya pendidikan dijalankan.

 

Francis Wahono berhasil menyampaikan gagasannya dengan jelas dan penuh semangat, mengajak kita semua untuk berpikir ulang tentang makna sejati dari pendidikan. Buku ini sangat cocok bagi para pendidik, orang tua, dan siapa saja yang peduli dengan masa depan pendidikan di Indonesia.

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *