ICIS

MODERASI BERAGAMA: Antara Resepsi Dan Kritik Teologis

Oleh: Syifa Auliya Hanifah

 

Islam sering kali mendapatkan stigma negatif karena banyaknya kesalahpahaman yang beredar di masyarakat. Seringkali, Islam dikaitkan dengan terorisme, kekerasan, dan ketidakadilan terhadap perempuan.

 

Salah satu peristiwa yang memperkuat stigma negatif ini adalah serangan WTC di Amerika Serikat pada 11 September 2001. Setelah peristiwa tersebut, umat Islam dianggap sebagai ancaman global, dan muncul gejala Islamofobia di Eropa dan Amerika.

 

Di Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, juga terdapat isu radikalisme dan terorisme. Gerakan radikal di Indonesia sering kali bertujuan untuk mengubah tatanan sosial-politik agar sesuai dengan syariat Islam, namun cara yang ditempuh kerap kali keras dan memaksa. Padahal, ajaran Islam sejatinya adalah agama yang damai dan rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam).

 

Dalam kamus bahasa Inggris, moderasi beragama diartikan dengan moderation, yang berarti sikap berada di tengah, tidak berlebihan, dan seimbang. Sementara itu, dalam bahasa Arab, moderasi lebih sering dikenal dengan istilah wasathiyah, yang juga berarti berada di tengah.

 

Sedangkan dalam kamus Bahasa Indonesia, kata moderasi memiliki arti pengurangan kekerasan dan penghindaran ekstremisme. Dari berbagai makna di atas, dapat disimpulkan bahwa moderasi adalah sikap kehati-hatian dalam mengontrol diri agar berada pada jalan tengah antara dua hal.

 

Menurut Kementerian Agama RI, moderasi beragama adalah pandangan dan perilaku yang memilih jalan tengah, bertindak adil, serta tidak berpihak atau ekstrem dalam menjalankan agama. Implementasi moderasi beragama tercermin dalam sikap yang mengutamakan penghormatan terhadap budaya lain, bersikap toleran, dan menerima perbedaan, sambil tetap berpegang teguh pada keyakinan agamanya sendiri.

 

Moderasi beragama juga merupakan isu krusial dalam konteks keragaman di Indonesia. Gus Dur menyatakan bahwa gerakan Islam moderat mampu menjaga kemurnian dan kesatuan ideologi nasional dengan kesatuan konstitusi.

 

Indonesia dilihat oleh dunia internasional mampu menjaga kerukunan umat yang beragam dengan menerapkan sikap toleran dan inklusif, memberikan dampak positif terhadap hubungan diplomasi dan ekonomi.

 

Namun, tantangan bagi resepsi masyarakat saat ini adalah penggunaan konsep moderasi beragama sebagai alat politik, yang akan memperburuk keadaan dengan menimbulkan ketidakpercayaan dari masyarakat.

 

Kurangnya pemahaman dan kesadaran terhadap pentingnya moderasi juga mengakibatkan konsep ini menjadi krusial dihadapi. Jika moderasi dipahami dengan cara yang salah, bisa jadi konsep ini menimbulkan paradigma baru yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia.

 

Dalam Islam, konsep moderasi ini dikenal sebagai wasathiyah, yang berarti keseimbangan, keadilan, kesederhanaan, dan kebenaran dalam segala aspek kehidupan. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Q.S. An-Nisa ayat 58, sikap adil adalah penting dalam menghadapi keberagaman budaya dan dalam memberikan keputusan secara adil.

 

Seorang pemimpin harus memiliki sikap tegas dalam menerapkan keadilan dan tidak membedakan antara keadilan masyarakat atas, menengah, atau bawah. Rasulullah selalu mengutus para hakim untuk menegakkan hukum dengan adil, karena keadilan mendekatkan seseorang kepada ketaatan.

 

Resepsi sosial terhadap moderasi beragama mengacu pada bagaimana masyarakat mampu menerima, memahami, dan mengimplementasikan konsep moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari.

 

Resepsi ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pendidikan, media, tokoh agama, dan kebijakan pemerintah. Di satu sisi, moderasi beragama diterima sebagai solusi untuk mencegah konflik berbasis agama dan mempromosikan kehidupan yang damai.

 

Indonesia, sebagai negara dengan pemeluk Islam terbesar, menjadi pusat perhatian dunia dalam menciptakan kerukunan umat beragama. Masyarakat Indonesia diajak untuk membaca ulang kitab suci tanpa menekankan perbedaan, melainkan mencari titik temu antar agama. Upaya ini bukan berarti penyatuan agama, tetapi mengajarkan cara menerima perbedaan tanpa mengorbankan ajaran agama.

 

Bagi mereka yang menerima diskursus moderasi, moderasi Islam merupakan jalan tengah dalam keberagaman beragama. Moderasi Islam memainkan peran penting dalam menjembatani dialog antara Islam dan modernitas, mengutamakan sikap kritis agar modernitas dapat memberikan nilai positif.

 

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara dengan sifat pluralistik yang memiliki dua karakter penting: demokrasi dan kearifan lokal. Keragaman ini alami karena bertemunya kelompok atau individu dengan latar belakang budaya dan agama yang berbeda.

 

Keragaman dalam beragama ini tidak bisa dihindari, sehingga diperlukan sikap moderasi beragama untuk menjaga kerukunan. Namun, ada pandangan kritis terhadap moderasi beragama. Kekhawatiran muncul bahwa gagasan ini dapat mengancam kebebasan beragama dan hak asasi manusia jika disalahgunakan sebagai alat politik.

 

Moderasi beragama juga dianggap dapat mempengaruhi otoritas agama dan identitas keagamaan, menciptakan kesetaraan antar agama yang salah kaprah. Islam moderat menekankan sikap pertengahan, adil, dan tidak ekstrem dalam bersikap.

 

Islam moderat berbeda dari Islam liberal yang menerima semua aspek kehidupan tanpa sikap kritis dan selektif. Islam moderat yang benar-benar moderat harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip Islam sambil berinteraksi dengan budaya modern.

 

Islam sering kali dicap negatif karena peristiwa terorisme dan kekerasan yang dikaitkan dengan agama ini, seperti peristiwa 9/11 di Amerika Serikat. Stigma buruk terhadap Islam juga menyebabkan islamofobia di Eropa dan Amerika, serta mengasosiasikan Islam dengan radikalisme, intoleransi, dan fundamentalisme.

 

Di Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, isu radikalisme dan terorisme juga menjadi perhatian, terutama dalam konteks upaya menjaga kerukunan dan mencegah kekerasan.

 

Moderasi beragama diartikan sebagai sikap yang mengambil jalan tengah, tidak berlebihan, adil, dan tidak ekstrem dalam beragama. Moderasi ini dianggap sebagai cara untuk menjaga harmoni sosial dan mencegah konflik antarumat beragama.

 

Konsep moderasi dalam Islam dikenal dengan istilah wasathiyah yang mengandung makna keadilan, kesederhanaan, dan kebenaran dalam segala aspek kehidupan. Al-Qur’an mengajarkan sikap adil dan seimbang dalam segala hal, termasuk dalam kepemimpinan dan ekonomi.

 

Namun, istilah “moderat” sering kali disalahartikan dan dihubungkan dengan pandangan Barat yang menekankan sekularisme, pluralisme, dan liberalisme. Meskipun moderasi beragama diterima secara luas sebagai upaya untuk membangun harmoni sosial, konsep ini juga mendapat kritik dari perspektif teologis yang mempertanyakan validitas dan kemurnian penerapannya dalam konteks keyakinan agama yang lebih ketat.

 

Hal ini menunjukkan adanya tantangan dan peluang dalam implementasi moderasi beragama, termasuk risiko bahwa konsep ini dapat disalahgunakan sebagai alat politik atau menjadi bentuk kompromi terhadap prinsip-prinsip keimanan.

 

 

Daftar Pustaka

Al-Qur’an Kariim

Afwadzi, Benny. “Resepsi Atas Islam Moderat: Antara Kritik Dan Sikap Yang Representatif.” Nuansa: Jurnal Penelitian Ilmu Sosial Dan Keagamaan Islam 19, no. 2 (2022): 182–208. https://doi.org/1019105/nuansa.v19i2.6687.

Akhmadi, Agus. Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia. Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 13, No. 2, 2019

Arif, Syamsuddin. “Wacana Islam Dan Moderasi : Telusur Dan Telaah.” ISLAMIA, 2022, 13. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.10068.88960.

Arifin, Syamsul. “Moderation and Radicalism in Indonesia,” in Islam in Indonesia: Contrasting Images and Interpretations, ed. Robert W. Hefner. Jakarta: Equinox Publishing, 2013.

Asy’ari, Mohammad. “Menyelami Makna Moderasi Beragama Di Indonesia: Kritik Dan Refleksi Atas Praktik Keberagamaan Kontemporer.” Jurnal Ilmiah Spiritualis: Jurnal Pemikiran Islam Dan Tasawuf 7, no. 2 (2021): 205–2022. http://ejurnal.iaipd-nganjuk.ac.id/index.php/spiritualis/article/view/642.

Aulia, Mizar. “Pencegahan Paham Ekstremisme Melalui Penguatan Moderasi Beragama Pada Ekstrakurikuler Rohani Islam”, Moderatio : Jurnal Moderasi Beragama, Vol.04 No. 01 (2024)

Dahlan, Fahrurrozi. Dakwah & Moderasi Beragama: Tilikan Teoritis Dan Praktis. Edited by Zaenal Arifin Munir. 1st ed. Mataram: Sanabil, 2021.

Darlis, Menyusung Moderasi Islam Ditengah Masyarakat Yang Multikultural, Rausyan Fikr: Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin dan Filsafat, Vol. 13, No. 2, 2017

Hanafi, Muchlis M., Abdul Ghofur Maimoen, Rosihan Anwar, M. Darwis Hude, Ali Nurdin, A. Husnul Hakim, and Abas Mansur Tamam. Tafsir Tematik: Moderasi Beragama. Edited by Reflita and Muhammad Fatichuddin. 1st ed. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Gedung Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, 2022.

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia: An English-Indonesian Dictionary. Jakarta: Gramedia Pustaka, 2009

Kementerian Agama Republik Indonesia. Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian RI, 2019

Mubarak, Subhan. Prinsip Kepemimpinan Islam dalam Pandangan Al-Qur’an,  Al-Muhafidz: Jupnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Vol 1, No. 1 (2021)

Muchlis M. Hanafi et al., Tafsir Tematik: Moderasi Beragama, ed. Reflita and Muhammad Fatichuddin, 1st ed. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Gedung Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, 2022.

Mukhtarom, Asroro. Relasi Pemimpin Dengan Rakyat dalam Perspektif Islam, Rausyan Fikr: Jurnal Pemikiran dan Pencerahan, Vol. 14, No. 2, (2018)

Mustakimah, Lina. “Pesan Moderasi Beragama Akun Instagram @Mubadalah.Id Dalam Mencegah Radikalisme Di Media Sosial”. Moderatio: Jurnal Moderasi Beragama, vol. 03, no. 02 (2023)

Nasution, Hasnah. Filsafat Agama. Medan: Istiqomah Mulya Press, 2006

Nurdin, A. Fauzie. Islam dan Perubahan Sosial. (Semarang: Reality Press, 2005)

Putrawan, Agus Dedi, dkk. “Moderasi Beragama Berbasis Komunitas.” Sophist: Jurnal Sosial Politik Kajian Islam Dan Tafsir. Vol. 3 No. 2 (2021)

Ruslan, Idrus. Islam Dan Radikalisme: Upaya Antisipasi dan Penanggulangannya, Kalam: Jurnal Studi  Agama dan Pemikiran Islam, vol. 9, No. 2, (2015)

Safriyati dkk, Prisnsip Kepemimpinan dalam Perspektif Qs. An-Nisa:58-59, Jurnal Madaniyah, Vol. 9, No. 1, (2019)

Saifuddin, Lukman Hakim. Radikalisme Agama & Tantangan Kebangsaan. Edited by Jaja Zarkasyi and Thobib Al-Asyhar. 1st ed. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam Kemenag RI, 2014.

Saini, Muhammad. “Islam Dan Radikalisme (Diskursus: Perilaku Kekerasan Atas Nama Agama di Indonesia.”  Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi

Salim, Arskal. “Indonesian Islam in a New Era: How Women Negotiate their Muslim Identities,” Journal of International Women’s Studies 10, no. 1 (2008)

Sinaga, Martin Lukito. “Moderasi Beragama: Sikap Dan Ekspresi Publik Mutakhir Agama-Agama Di Indonesia”, Jurnal Masyarakat dan Budaya, Vol. 24 No. 3 (2022)

Susanti, Moderasi Beragama Dalam Masyarakat Multikultural, Tajdid: Jurnal pemikiran KeIslaman dan Kemanusiaan, Vol. 6, No. 2, 2022

Syaparuddin, Ekonomi Islam, Ekonomi Islam: Solusi Terhadap Berbagai Permasalahan Sosia Ekonomi, Vol. 1, No. 1, 2010

Tiara Putri, Cut Khaila, dkk, “Analisis Stigma Buruk Terhadap Agama Islam Akibat Peristiwa 9/11”, Nusantara: Jurnal Pendidikan, Seni, Sains, dan Sosial Humaniora, Vol. 1, No. 2 (2023)

Zarkasyi, Hamid Fahmy. Misykat: Refleksi tentang Westernisasi, Liberalisasi, dan Islam. Jakarta: INSIST-MIUMI, 2012

Researcher at Centre for Islamic Education and Contemporary Studies (CIECS)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *